Sabtu 26 Feb 2022 05:30 WIB

Isra Miraj, Perjalanan Raga atau Jiwa Nabi Muhammad?

Manusia harus ingat Allah SWT mampu melakukan segalanya.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Ani Nursalikah
Isra Miraj Rasulullah SAW. Isra Miraj, Perjalanan Raga atau Jiwa Nabi Muhammad?
Foto: republika
Isra Miraj Rasulullah SAW. Isra Miraj, Perjalanan Raga atau Jiwa Nabi Muhammad?

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Apakah Isra dan Miraj merupakan perjalanan tubuh dan jiwa? Tim ulama senior Al-Azhar Mesir, Syaikh Athiyah Saqr pernah menjelaskan ada perbedaan pandangan tentang Isra Miraj.

Para ulama berbeda pendapat tentang apakah perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Al-Israa dan Al-Miraj hanya dalam jiwa atau dalam raga dan jiwa. Dilansir About Islam pada Jumat (25/2/2022), mayoritas ahli hukum, ulama hadits, dan filosof Muslim sepakat itu ada dalam tubuh dan jiwa karena berbagai alasan. Pertama, sesuai dengan firman Allah SWT, “Maha Suci Dia yang membawa hamba-Nya pada malam hari dari tempat ibadah yang tidak terganggu ke tempat ibadah yang jauh.” (Al Isra)

Baca Juga

Allah SWT menyebut Nabi Muhammad SAW sebagai "hamba-Nya”. Kata “hamba” tidak hanya mengacu pada jiwa seseorang, itu mengacu pada utusan secara keseluruhan, tubuh dan jiwa.

Hal ini mirip dengan kata “hamba” dalam firman Allah, “Pernahkah kamu melihat orang yang melarang seorang hamba ketika dia shalat?” (Al-Alaq) dan “Dan ketika seorang hamba Allah berdiri untuk berdoa kepada-Nya, mereka mengerumuninya, hampir mencekik,” ( Al-Jinn). Kata “hamba” dalam kedua ayat ini mengacu pada orang yang bersangkutan secara keseluruhan, tubuh dan jiwa. 

Kedua, seandainya perjalanan Isra Miraj hanya dalam jiwa, maka itu tidak akan dianggap sebagai mukjizat. Itu akan menjadi mimpi biasa. Saat tidur, banyak orang mengunjungi tempat terpencil dan melihat hal-hal luar biasa tanpa bergerak sedikit pun dari tempat mereka berada dan tidak ada yang luar biasa tentang itu bagi orang lain.

Seandainya perjalanan Nabi Muhammad SAW adalah mimpi, maka Allah SWT tidak akan menyebutkannya dalam Alquran dengan istilah yang menyatakan itu keajaiban dan kejadian luar biasa. Ketiga, Allah SWT berfirman tentang perjalanan Al-Israa dan Al-Miraj, “Kami jadikan penglihatan yang Kami tunjukkan kepadamu sebagai cobaan bagi umat manusia.” (Al-Israa)

“Cobaan” di sini maksudnya adalah siksaan. Merenungkan hal ini, perjalanan tidak akan menjadi cobaan kecuali dalam tubuh dan jiwa. Seandainya itu hanya dalam jiwa, maka tidak akan ada cobaan atau sesuatu yang luar biasa mengenai hal itu. Selain itu, ketika orang-orang kafir mengetahui tentang perjalanan Isra Miraj, mereka bertanya-tanya bagaimana Nabi Muhammad SAW dapat melakukannya pada satu malam, ketika mereka melakukan perjalanan serupa berlangsung selama sebulan.

Keempat, Allah SWT yang membuat Nabi-Nya melakukan perjalanan itu, tentu saja, tidak ada yang mustahil bagi Allah SWT. Oleh karena itu, tidak ada yang membuat kita ragu akan terjadinya perjalanan baik jiwa maupun raga.

Mereka yang mengatakan perjalanan itu dalam jiwa hanya mengutip sebagai bukti pandangan mereka ayat Alquran, "Kami telah menetapkan penglihatan yang Kami tunjukkan kepada kalian sebagai cobaan bagi umat manusia.” (Al-Isra)

Mereka percaya penglihatan di sini mengacu pada mimpi, bukan pada penglihatan (ru’ya) yang sebenarnya. Namun pendapat ini tidak sepenuhnya dapat dipertahankan, karena ru'ya, secara leksikal, juga mengacu pada melihat dengan mata. Selain itu, menurut Al-Bukhari, Ibn Abbas mengomentari ayat tersebut, “Pemandangan yang ditunjukkan Nabi Muhammad SAW pada perjalanan malam ketika dia dibawa ke Yerusalem adalah pemandangan yang sebenarnya, (bukan mimpi).”

Mereka yang berpendapat bahwa perjalanan itu hanya dalam jiwa juga mengutip sebagai bukti pandangan mereka hadits Aisyah, “Jenazah Nabi yang disucikan tidak hilang dalam perjalanan malam.”

Tetapi poin ini juga dibantah karena alasan berikut, pertama, hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah bukanlah hadis yang shahih, ada laporan yang hilang dan tidak dikenal dalam rantai narasinya. Kedua, Aisyah belum menikah dengan Nabi Muhammad SAW pada saat perjalanan. Dia bahkan mungkin belum lahir saat itu, jika memperhitungkan kontroversi mengenai tanggal Al-Israa dan Al-Miraj.

Ketiga, dia mengatakan, "Nabi Muhammad SAW tidak melihat Allah SWT dengan matanya" menunjukkan bahwa dia percaya bahwa perjalanan itu dalam tubuh dan jiwa. Seandainya dia berpikir bahwa itu hanya dalam jiwa, maka dia tidak akan mengatakan itu.

Keempat, karena hadits, ”Jiwa Nabi yang disucikan tidak hilang” tidak shahih, maka tidak perlu dijelaskan dengan maksud bahwa perjalanan itu dalam jiwa dan raga, karena ada yang mengatakan hadits itu menunjukkan bahwa ruhnya telah hilang.

Bagaimanapun, apa yang harus kita percayai sehubungan dengan Al-Israa dan Al-Miraj memang terjadi, seperti yang Allah SWT katakan kepada kita dalam Alquran.

Adapun keberadaannya dalam jiwa saja atau dalam tubuh dan jiwa, ini adalah poin kontroversial yang tidak perlu diperdebatkan secara serius. Seseorang dapat mengadopsi salah satu pandangan, tetapi pada saat yang sama harus diingat bahwa Allah SWT mampu melakukan segalanya.

https://aboutislam.net/counseling/ask-the-scholar/prophet-muhammad-ask-the-scholar/was-the-journey-of-al-israa-and-al-miraj-in-body-and-soul/

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement