REPUBLIKA.CO.ID, —Dalam lingkungan sufi, cerita-cerita yang digambarkan Alquran menambah kerinduan mereka terhadap Sang Pencipta.
Misalnya, kisah tentang perjalanan Nabi Khidr alaihissalam bersama dengan Rasulullah Musa alaihissalam, seperti dinarasikan dalam surat Al Kahfi ayat 60-82.
Ibnu 'Arabi dalam Fushush al-Hikam menafsirkan kisah tersebut. Musa diketahui memprotes Khidr yang menghilangkan nyawa seorang anak. Padahal, jauh sebelumnya, Musa sendiri pernah memukul seorang Mesir sehingga tidak sengaja membunuhnya.
Dengan menemani Khidr, Nabi Musa sesungguhnya diingatkan kembali bahwa ada kehendak Allah SWT di balik dua perbuatan menghilangkan nyawa itu, baik pelakunya Nabi Khidr maupun Musa sendiri.
Tentang Nabi Khidr yang melubangi kapal milik orang miskin. Perbuatan ini tampak zalim. Namun, belakangan diketahui bahwa adanya lubang itu membuat penguasa yang zalim enggan merampas kapal yang menjadi sumber mata pencaharian bagi orang papa itu.
Kisah ini sejatinya mengingatkan Musa sendiri tentang ibu kandungnya. Saat masih bayi, Musa dihanyutkan oleh ibunya ke sungai. Sekilas, perbuatan ini tampak zalim. Akan tetapi, Musa justru selamat dari peraturan Firaun yang mewajibkan bayi laki-laki untuk dibunuh.
Malahan, ibunya Musa dapat menyusui anaknya itu di lingkungan istana Firaun. Baik perbuatan Khidr maupun ibunda Musa sama-sama diilhami oleh Allah SWT.
Tentang Khidr yang membetulkan dinding rumah di suatu desa. Nabi Musa berkomentar karena Khidr tidak meminta imbalan dari perbuatannya itu. Akhirnya, terungkap bahwa rumah itu milik dua anak yatim. Di bawah dinding yang dibetulkan Khidr terdapat harta simpanan ayah mereka, seorang saleh lagi beriman kepada Allah SWT.
Makna kisah ini selaras dengan pengalaman Nabi Musa sendiri ketika baru tiba di Madyan, seperti dijelaskan dalam surat Al Qasas ayat 23-29. Waktu itu, Musa menolong dua putri Nabi Syu'aib dengan memberi minum kepada ternak mereka.
Tidak tebersit sedikit pun pikiran untuk meminta imbalan. Musa hanya berdoa memohon rahmat dan petunjuk kepada Allah SWT. Ternyata, ada hikmah di balik keikhlasan itu, yakni Musa akhirnya dapat bekerja untuk Syu'aib dan bahkan menjadi menantunya.