REPUBLIKA.CO.ID, — Di antara pancaindra yang penting sekali untuk dijaga adalah indra pendengaran yakni telinga.
Baik menjaganya secara lahiriyah yaitu menjaga kesehatan telinga dari berbagai permasalah kesehatan pada telinga, maupun secara ruhaniyah yaitu menjaga agar telinga tidak digunakan untuk mendengar hal-hal buruk atau yang dilarang agama.
Pakar tafsir Alquran yang juga pengisi kajian tafsir Masjid Istiqlal, KH Amin Zaini, membeberkan tafsir Alquran surat At Taubah dari kitab Shafwat at-Tafasir karya syekh Muhammad Ali Ash-Shabuni tentang bagaimana agar Muslim dapat menjaga pendengarannya serta agar terjauh dari fitnah orang-orang munafik yang selalu menghembuskan kabar-kabar bohong. Allah SWT berfirman:
وَمِنْهُمُ الَّذِينَ يُؤْذُونَ النَّبِيَّ وَيَقُولُونَ هُوَ أُذُنٌ ۚ قُلْ أُذُنُ خَيْرٍ لَكُمْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَيُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِينَ وَرَحْمَةٌ لِلَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ ۚ وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ رَسُولَ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang menyakiti Nabi dan mengatakan: "Nabi mempercayai semua apa yang didengarnya". Katakanlah: "Ia mempercayai semua yang baik bagi kamu, ia beriman kepada Allah, mempercayai orang-orang mukmin, dan menjadi rahmat bagi orang-orang yang beriman di antara kamu". Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih.” (QS At Taubah 61)
Kiai Amin Zaini menjelaskan sebagaimana menukilkan keterangan syekh Ash Shabuni bahwa ayat tersebut mengabarkan tentang orang-orang munafik pada masa lalu yang senang menyakiti Nabi Muhammad ﷺ dengan menuding atau menuduh bahwa Nabi Muhammad itu senang mendengar semua ucapan, kabar, atau informasi baik itu yang benar maupun yang salah, yang baik atau pun yang buruk.
Maka Allah Subahanahu wa Ta'ala memerintahkan kapada Nabi agar menegaskan bahwa Rasulullah SAW itu hanya mendengarkan ucapan atau kata-kata yang baik saja. Artinya pendengaran Rasulullah ﷺ terjaga dari setiap keburukan. Seperti menguping percakapan orang lain, menerima hasud orang lain, atau mempercayai kabar bohong.
Kiai Amin Zaini menjelaskan bahwa orang yang beriman itu tidak mungkin mempercayai atau mengikuti perkataan yang buruk dari orang lain. Orang beriman juga tidak akan mengikuti kabar-kabar bohong yang datang padanya.