Jumat 11 Feb 2022 14:33 WIB

Jangan Pernah Nazar dengan Melakukan Maksiat, Ini Alasannya

Nazar tidak boleh disertai dengan melakukan perbuatan maksiat

Rep: Andrian Saputra/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi nazar. Nazar tidak boleh disertai dengan melakukan perbuatan maksiat
Foto: Republika/Wihdan
Ilustrasi nazar. Nazar tidak boleh disertai dengan melakukan perbuatan maksiat

REPUBLIKA.CO.ID, —Seorang Muslim boleh bernazar atas suatu hal yang positif. Nazar adalah berjanji untuk melakukan suatu ibadah atau amal saleh yang mendekatkan diri pada Allah SWT yang bukan merupakan ibadah fardhu ain. 

Contohnya seseorang bernazar jika diterima bekerja maka bernazar untuk menyantuni para yatim di desanya paling lama sepekan setelah diterima kerja. Maka ketika orang tersebut diterima bekerja wajib baginya melaksanakan nazar yakni menyantuni yatim-yatim di desanya secepat mungkin sesuai batas nazarnya.  

Baca Juga

Namun bila ternyata orang tersebut tidak mampu memenuhi nazarnya karena uzur atau diluar kemampuannya, misalnya hartanya tidak mencukupi atau terpakai untuk kondisi darurat seperti berobat dan lainnya maka orang yang bernazar itu dapat membayar kafarat atas nazarnya yang tidak terpenuhi.  

Orang tersebut dapat membayar kafarat dengan bersedekah kepada sepuluh orang fakir miskin dengan satu mud makanan per masing-masing orang fakir miskin, jika tidak mampu maka boleh membayar kafarat dengan memberi pakaian yang layak untuk sepuluh fakir miskin, jika itu tidak mampu juga dilakukan maka seseorang wajib membayar kafarat nazarnya dengan berpuasa selama tiga hari. 

Dan tidak boleh bernazar untuk kemaksiatan. Semisal jika diterima bekerja di suatu perusahaan maka bernazar untuk mentraktir teman-temannya mabuk. Larangan nazar dengan melakukan kegiatan negatif atau maksiat sebagaimana yang tertera dalam kitab at-Targhib wat-Tarhib karya Imam Al Mundziri, menukil sebuah hadits:

وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ نَذَرَأَنْ يُطِيْعَ اللَّهَ تَعَالَى فَلْيُطِعْهُ. وَمَنْ نَذَرَأَنْ يَعْصِيَهُ فَلَايَعْصِهِ.

Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa bernazar taat kepada Allah, maka hendaklah ia taat kepada-Nya. Dan barangsiapa bernazar mendurhakai-Nya, maka ia mendurhakai-Nya.” (Kasyful Ghummah, hlm. 158, jilid 2).

Kendati demikian, sebagian ulama menyatakan hukum nazar adalah adalah makruh. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW: 

لاَ تَنْذُرُوا فَإِنَّ النَّذْرَ لاَ يُغْنِى مِنَ الْقَدَرِ شَيْئًا وَإِنَّمَا يُسْتَخْرَجُ بِهِ مِنَ الْبَخِيلِ

‎“Janganlah bernazar. Karena nazar tidaklah bisa menolak takdir ‎sedikit pun. Nazar hanyalah dikeluarkan dari orang yang pelit.” (HR ‎Muslim)‎. 

إِنَّ النَّذْرَ لاَ يُقَرِّبُ مِنِ ابْنِ آدَمَ شَيْئًا لَمْ يَكُنِ اللَّهُ قَدَّرَهُ لَهُ وَلَكِنِ النَّذْرُ يُوَافِقُ الْقَدَرَ فَيُخْرَجُ بِذَلِكَ مِنَ الْبَخِيلِ مَا لَمْ يَكُنِ ‏الْبَخِيلُ يُرِيدُ أَنْ يُخْرِجَ

‎“Sungguh nazar tidaklah membuat dekat pada seseorang apa yang ‎tidak Allah takdirkan. Hasil nazar itulah yang Allah takdirkan. Nazar ‎hanyalah dikeluarkan oleh orang yang pelit. Orang yang bernazar ‎tersebut mengeluarkan harta yang sebenarnya tidak ia inginkan ‎untuk dikeluarkan.” (HR Bukhari dan Muslim)‎. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement