Pada waktu fase Makkah dahulu, proses belajarmengajar berlangsung di rumah sejumlah Muslim yang aman dari gangguan kafir Quraisy. Begitu hijrah ke Madinah, Nabi SAW memusatkan kegiatan edukatifnya di masjid. Majelis yang diadakan beliau selalu diikuti kaum Muslimin dengan penuh antusias.
Pendidikan yang dilakukan Rasul SAW memberikan pemahaman kepada umat Islam tentang Alquran, Sunnah, dan hikmah, baik melalui lisan maupun perbuatan. Semua yang disampaikan Rasulullah SAW adalah kebenaran. Tidak pernah sekalipun beliau menyampaikan apa-apa yang tidak diwahyukan oleh Allah kepadanya. Beliau selalu bersifat benar (shiddiq), tepercaya (amanah), komunikatif (tabligh), dan cerdas (fathonah) secara paripurna.
Maka itu, pendidikan ala Nabi SAW menghasilkan kaum Muslimin yang berakidah kuat serta tangguh dalam menyebarkan ilmu-ilmu agama. Para sahabat menjadi generasi emas dalam sejarah Islam. Beliau sendiri mengakuinya, Yang terbaik dari kalian (umat Islam) adalah orang-orang yang hidup pada zamanku (sahabat), kemudian orang-orang setelah mereka (tabiin), kemudian orang-orang setelah mereka (attabiit taabi'in).
Pendidikan Islam yang tumbuh pada zaman Nabi SAW diteruskan oleh generasi sahabat, khususnya mereka yang menjadi amirul mukminin selama era khulafaur rasyidin. Dalam buku Sejarah Sosial dan Intelektual Pendidikan Islam (2019) ditegaskan, Abu Bakar ash-Shiddiq sebagai khalifah pertama menjadikan pendidikan sebagai tameng untuk mempertahankan akidah umat.
Tonggak penting yang bermula pada era Khalifah Abu Bakar ialah pengumpulan mushaf Alquran. Walaupun pembukuan Alquran baru tuntas dikerjakan pada era Khalifah Utsman, kepemimpinan Abu Bakar sangat mendukung perkembangan pendidikan yang qurani. Di antara alasannya ialah, sang amirul mukminin menggencarkan pengiriman dai-dai ke pelbagai pelosok wilayah Islam. Di samping itu, ia pun ber upaya menjaga situasi kondusif negara, semisal dengan cara memadamkan pemberontakan yang dicetuskan para penolak zakat atau golongan yang dipimpin nabi palsu.