REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Salah satu anugerah dari Allah SWT kepada manusia adalah kemampuan untuk berkomunikasi antara satu sama lain. Isyarat mengenai komunikasi tersebut dapat dilihat pada surat Ar Rahman ayat 4.
Di dalam Alquran, Allah SWT menggunakan beberapa pola komunikasi. Informasi yang disampaikan berulang-ulang menjadi salah satu di antara pola komunikasi yang diajarkan-Nya. Adapun adanya pengulangan pada suatu ayat memiliki maksud dan tujuan tertentu.
Quraish Shihab dalam kitabnya, Tafsir Al-Qur’an al-Karîm, menyebutkan para ulama tafsir hampir sepakat menilai setiap pengulangan kata pada Alquran pasti memiliki makna, yang sedikit atau banyak berbeda dengan kata yang diulang tersebut.
Penjelasan para ulama mengenai hikmah pada pengulangan tersebut bersifat ijtihadi. Karena itu, apabila terdapat beberapa perbedaan, maka dimungkinkan karena perbedaan sudut pandang yang digunakan.
Dilansir di laman resmi MUI, Syekh Muhammad bin Salih dalam Tafsir Juz ‘Amma menyebut ada beberapa hikmah pengulangan ayat atau kalimat dalam Alquran. Pertama, pengulangan dilakukan sebagai bentuk penjelasan mengenai urgensi masalah.
Pengulangan yang terjadi pada konteks ini menunjukkan bahwa masalah tersebut sangatlah penting, sebagaimana halnya pengulangan dalam surat Ar Rahman.
Para ulama berpendapat rahasia pengulangan dalam surat Ar Rahman dikarenakan betapa pentingnya menampakkan aneka nikmat Allah SWT yang sangat melimpah, yang bahkan tidak akan pernah sanggup dihitung dalam kehidupan manusia.
Dalam al-Mizan, at-Thabathabai menjelaskan adanya pengulangan ayat dalam surat tersebut mengandung isyarat mengenai ciptaan Allah SWT yang sekian banyak bagian-bagiannya. Ciptaan tersebut terbentang di langit dan bumi, darat dan laut, bahkan manusia dan jin.
Pendapat yang hampir sama dinyatakan oleh al-Biqa’i dalam Nazmud-Durar. Rahasia adanya pengulangan ayat dalam surat Ar Rahman adalah menetapkan Allah SWT menyandang sifat rahmat yang tercurah kepada semua makhluk tanpa kecuali.
Kedua, pengulangan dilakukan agar pesan yang disampaikan lebih meresap ke dalam hati manusia. Pengulangan, baik secara redaksi atau masalah, bertujuan agar manusia lebih mampu meresapi kandungan maknanya.
Hal ini dapat dilihat dalam surat Al Fatihah, pada ayat pertama berbunyi “Dengan nama Allah Yang Mahapengasih, Mahapenyayang”. Lalu pada ayat ketiga terdapat penggulangan lafaz yang sama dengan ayat pertama.
Pengulangan ayat di atas terjadi pada redaksinya saja, namun tidak terjadi pengulangan pada hakikat maknanya. Sehingga, pengulangan ini bertujuan agar manusia lebih dapat meresapi betapa besar kasih sayang Allah kepada manusia.
Mengutip pendapat Rasyid Rida dalam Tafsir al-Manar, ia menyebutkan pada ayat ketiga surat Al Fatihah menjelaskan mengenai rahmat dan kasih sayang Allah SWT dalam pemeliharaan dan pedidikan-Nya.
Penggunaan kata yang sama pada ayat pertama bertujuan untuk menjelaskan surat tersebut turun membawa rahmat Allah SWT. Karenanya meskipun redaksi pada ayat tersebut diulang ataupun sama, namun memiliki makna yang berbeda.
Pendapat di atas diperkuat dengan Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Qur’an al-Karim, yang menyebutkan bahwa Ar Rahman dan Ar Rahim pada ayat ketiga surat Al Fatihah bukan pengulangan ayat pertama dari sisi substansi maknanya.
Terakhir, pengulangan dalam Alquran menunjukkan kebenaran bahwa Alquran merupakan wahyu yang berasal dari Allah SWT. Ada beberapa hal yang diulang dalam Alquran, khususnya yang berkaitan dengan kisah.
Pengulangan dalam satu kisah menggunakan redaksi yang berbeda dan tidak ada kontroversi di dalamnya. Syekh Muhammad bin Salih berpendapat dalam Tafsir Juz ‘Amma bahwa hal ini sangat mustahil dapat dilakukan oleh manusia, kecuali bagi Yang Mahamengetahui.
Hal ini tergambarkan pada kisah Nabi Musa yang terdapat pada surat Thaha ayat 9-14, khususnya dalam kalimat wâdi thuwâ pada ayat ke 12 surat Thaha. Kisah di atas berulang dalam surat An Naml ayat 7-12.
Pengulangan tersebut, meskipun masih pada pembahasan mengenai kehidupan Nabi Musa, namun berbeda dalam pemaparannya.
Salah satu perbedaan tersebut dapat dilihat pada surat Thaha khususnya ayat 11-12 yang menunjukkan bahwa Nabi Musa tengah berada di tempat yang diberkahi, karenanya Allah meminta dia untuk melepaskan sandalnya.