REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap perusahaan atau orang yang bekerja banyak yang mengatur dana pensiun. Apakah dana pensiun tersebut wajib dizakati?
Melansir laman aboutislam.net mantan presiden Masyarakat Islam Amerika Utara, Muzammil H. Siddiqi, mengatakan aturan dasar zakat adalah karena kekayaan yang dimiliki dan kebebasan untuk digunakan. Sebuah komite ulama di bawah kepemimpinan Maulana Mujahidul-Islam Qasmi membahas masalah ini dengan sangat rinci. Dana pensiun mirip dengan apa yang disebut Dana Penyedia di India dan Pakistan.
Kontribusi karyawan untuk dana ini adalah bisa dizakati jika dilakukan dengan pilihannya sendiri. Tidak ada zakat yang harus dibayarkan atas dana ini jika pengusaha karena kebijakan perusahaan atau pemerintah mengumpulkannya secara paksa. Zakat akan jatuh tempo pada dana ini ketika mereka dapat ditarik.
Jika dana ini ditarik dan mencapai nilai nisab (tiga ons emas atau nilai tunainya) dan lewat satu tahun, maka zakat (dengan jatah 2,5 persen) akan jatuh tempo. Zakat harus dibayarkan untuk uang yang diterima seseorang dan kemudian secara sukarela memberikan kontribusi untuk dana pensiun, jika mencapai nisab dan setelah jangka waktu satu tahun.
Profesor Perbandingan Fikih, Fakultas Syari`ah, Universitas Kuwait, Abdul Aziz Al Qassar menyatakan tidak wajib membayar zakat atas apa yang dikenal sebagai uang pensiun (yaitu pensiun yang dibayarkan kepada karyawan pada saat pensiun) kecuali uang itu benar-benar dimiliki. Para ahli hukum muslim menyatakan bahwa orang yang akan membayar zakat harus memiliki uang yang akan dia bayarkan.
Sedangkan dana pensiun yang disimpan perusahaan sebenarnya tidak dimiliki oleh orang tersebut untuk sementara waktu, oleh karena itu tidak wajib membayar zakat atasnya sampai ia menjadi miliknya dengan satu atau lain cara. Menurut konsensus para ahli hukum, tidak diperbolehkan membayar zakat dua tahun di muka.n Ratna Ajeng Tejomukti