REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Keberadaan seseorang pada lingkungan budaya atau kondisi sosial dan perkembangan ilmu mempunyai pengaruh yang tidak kecil dalam menangkap pesan-pesan Alquran.
Prof Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al-Mishbah menjelaskan bahwa keagungan firman Allah SWT dapat menampung segala kemampuan, tingkat, kecenderungan, dan kondisi yang berbeda-beda itu.
Karena itulah, menurut Prof Quraish, seorang penafsir apabila membaca Alquran maka maknanya dapat menjadi jelas di hadapannya. Tetapi apabila ia membacanya sekali lagi, ia dapat menemukan makna-makna lain yang berbeda dengan makna sebelumnya.
Demikian seterusnya. Sehingga boleh jadi ia dapat menemukan kata atau kalimat yang mempunyai makna berbeda-beda yang semuanya benar atau mungkin benar.
Syekh Abdullah Darraz, sebagaimana dikutip Prof Quraish mengatakan, “Ayat-ayat Alquran bagaikan intan, setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut lainnya. Dan tidak mustahil jika kita mempersilakan orang lain memandangnya, maka ia akan melihat banyak dibandingkan apa yang kita lihat.”
Prof Quraish menjelaskan bahwa Alquran turun sedikit demi sedikit selama 22 tahun lebih. Ayat-ayatnya berinteraksi dengan budaya dan perkembangan masyarakat yang dijumpainya. Kendati demikian, nilai-nilai yang diamanahkannya dapat diterapkan pada setiap situasi dan kondisi.
Untuk itu mufasir dituntut untuk menjelaskan nilai-nilai itu sejalan dengan perkembangan masyarakatnya. Sehingga Alquran benar-benar berfungsi sebagai petunjuk, pemisah antara yang haq dengan batil, serta jalan keluar bagi setiap problema kehidupan yang dihadapi. Di samping itu, mufasir dituntut pula untuk menghapus kesalapahaman terhadap Alquran atau kandungan ayat-ayatnya.