REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menikah bagi seorang Muslim merupakan ibadah yang jika melaksanakannya berarti memenuhi anjuran Allah SWT dan Rasul-Nya. Menikah bahkan disebut sebagai ibadah terlama sehingga setiap aktivitasnya, seperti bergurau dengan pasangan hingga hubungan badan bernilai pahala.
Meski begitu, menikah dalam Islam tetap memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh orang-orang yang hendak melakukannya. Sebuah pertanyaan dalam diskusi daring, seperti dikutip dari About Islam, menanyakan tentang hukum keberadaan wali nikah bagi perempuan. Apakah wali menjadi keharusan atau tidak?
Salah seorang profesor di Universitas Al-Azhar, Mesir Mohammad S. Alrahawan, mengatakan, seorang laki-laki tidak boleh menikahi seorang perempuan tanpa persetujuan walinya yang sah. Walinya ini seperti ayah atau saudara laki-lakinya, baik dia sudah maupun belum pernah menikah.
Hal ini adalah pandangan mayoritas ulama, termasuk Malik, Asy-Syafi'i dan Imam Ahmad. Mereka mendasarkan pandangan mereka dari hadist Nabi Muhammad SAW berikut:
لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ.
Artinya: “Tidak sah nikah kecuali dengan keberadaan wali” (HR Tirmidzi).
Dalam hadist lain, Rasulullah bersabda yang artinya:
“Wanita mana saja yang menikah tanpa izin walinya, pernikahannya batal, pernikahannya batal, pernikahannya batal. Jika suaminya telah menyempurnakan pernikahan, mahar menjadi miliknya sebagai gantinya. Jika dia tidak memiliki wali, maka penguasa (Muslim) adalah wali bagi siapa saja yang tidak memiliki wali” (HR At-Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah)