REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Azhar Rasyid, Penilik sejarah Islam
Masjid dikenal sebagai salah satu pusat peradaban Islam. Di sinilah umat Islam menjalankan shalat lima waktu dan menerima pelajaran agama. Dari masjid pula hadir berbagai institusi lainnya, seperti madrasah, pesantren, bahkan universitas.
Dari masa ke masa, arsitektur masjid selalu berubah, mulai dari yang sangat sederhana di zaman Nabi Muhammad saw (Masjid Quba, masjid pertama yang didirikan, dindingnya terbuat dari pohon kurma sementara atapnya ditutupi oleh daun kurma) hingga ke berbagai masjid baru di dunia Islam dewasa ini yang dibangun dengan bahan yang lebih kuat dan fasilitas yang jauh lebih lengkap. Menara, kubah, mihrab dan kaligrafi di dinding masjid adalah beberapa elemen yang paling banyak diingat orang tatkala melihat masjid.
Ada satu elemen penting lain, yang tampak sederhana namun memiliki fungsi krusial, yakni mimbar. Kata ‘mimbar’ berasal dari bahasa Arab minbar, dan kemudian diserap ke dalam bahasa lain, seperti minber dalam bahasa Turki, dan mimbar dalam bahasa Indonesia.
Mimbar adalah sebuah tempat atau ruang kecil yang disediakan di dekat mihrab, dan dipakai sebagai tempat khatib menyampaikan ceramah. Berbeda dengan shalat yang mengarah ke kiblat, mimbar mengarah ke jamaah, atau berlawanan dengan arah kiblat.
Di balik mimbar terdapat sebuah kursi tempat duduk khatib. Di masjid-masjid di antero dunia Islam, mimbar hadir dalam corak yang beragam, mulai dari yang sangat biasa (panggung yang ditinggikan beberapa anak tangga) hingga ke yang sangat artistik (misalnya dibuat menyerupai sebuah rumah kecil, dengan tiang penyangga dan atap yang diberi dekorasi indah).
Penggunaan mimbar sebagai salah satu sarana yang membantu penyampaian ceramah telah dimulai sejak masa Nabi Muhammad saw. Menurut para sejarawan, mimbar pertama telah hadir sekitar tahun 628-31 M.