Karantina antara lain dilakukan di saat pandemi di Acre tahun 1760an. Saat itu, gubernur Usmani di kota itu memerintahkan dilakukannya karantina kepada semua pedagang yang datang ke kota itu.
Barang-barang yang mereka bawapun tak luput dari karantina. Selama delapan hari mereka tidak diperbolehkan keluar dan berinteraksi dengan masyarakat setempat. Sementara itu, gubernur yang berkuasa di Aleppo, mengarantina dirinya sendiri di bentengnya sebagai tindakan pencegahan agar tidak tertular wabah yang terjadi di wilayahnya pada tahun 1718.
Dalam kasus wabah-wabah lainnya, otoritas kota setempat bahkan melacak riwayat perjalanan orang-orang yang dikarantina guna memastikan apakah sebelum sampai di kota itu mereka pernah melalui daerah yang terjangkiti wabah. Tindakan lain yang diambil ialah mengarantina kapal-kapal yang bersandar di pelabuhan untuk mencegah penularan dari luar ke dalam kota. Bagi korban yang meninggal dunia akibat wabah, maka jenazahnya harus dimakamkan di luar tembok kota guna mencegah penyebaran penyakit pada warga kota.
Langkah kedua yang dilakukan penguasa Usmani dalam rangka merespons penyebaran wabah adalah mengurangi penderitaan masyarakat akibat wabah tersebut. Wabah menyebabkan orang jatuh sakit bahkan meninggal, rumah dan desa ditinggalkan, pekerjaan terbengkalai, dan berujung pada ekonomi yang memburuk.
Dampaknya pada individu dan keluarga sangat jelas. Otoritas Usmani mencari berbagai cara untuk mengatasi problem ini.