REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu kriteria zakat adalah orang yang mampu. Jika dia memiliki sejumlah uang yang mencapai nisab (batasan antara apakah kekayaan itu wajib zakat atau tidak), dia harus membayar zakat yang jatuh tempo untuk jumlah sesuai dengan jenis harta yang dimilikinya.
Melansir laman About Islam, Profesor keuangan dan ekonomi Islam di Fakultas Studi Islam Qatar Monzer Kahf mengatakan andaikan suatu usaha bukan hanya tidak untung tapi merugi, tapi masih di atas nisab tentu saja harus dibayarkan zakatnya setiap tahun.
Jika Muslim kaya menjadi pemilik dua bidang tanah yang tidak digunakan untuk mencari nafkah, maka mereka dikenakan zakat terlepas dari apa yang orang katakan atau klaim. Ini adalah properti yang dimiliki dan itu membuat seseorang tersebut kaya.
Seperti yang disebutkan dalam surat At-Taubah ayat 103,
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Ambillah zakat dari harta mereka guna membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.
Lebih jelasnya, tanah yang digunakan untuk pertanian dibebaskan dari zakat. Namun, hasil pertaniannya dikenakan zakat lima hingga 10 persen. Jika bukan pertanian, tetapi digunakan untuk tempat tinggal, maka itu juga dikecualikan. Jika tanah itu menjadi aset kekayaan, maka itu dikenakan zakat.