Kamis 13 Jan 2022 16:25 WIB

Didik Anak Hafal Alquran atau Kuasai Bahasa? Ini Kata Ibnu Khaldun

Ibnu Khaldun rekomendasikan anak kuasai bahasa lalu hafal Alquran

 Menghafal Alquran di masjid di Banda Aceh, Selasa (13/4). Ibnu Khaldun rekomendasikan anak kuasai bahasa lalu hafal Alquran
Foto:

Oleh : Ustadz Yendri Junaidi Lc MA, dosen STIT Diniyyah Puteri Padang Panjang, alumni Al-Azhar Mesir

Sementara tujuan utama dalam pendidikan adalah mendalami substansi dan hakikat. Bagaimana mungkin sebuah hakikat dapat dipahami kalau bahasa yang menjadi medianya tidak dimengerti dengan baik? 

Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan seorang ilmuwan Perancis, Jean Francois Marmontel. Dia mengatakan, “Semakin banyak kata dan kalimat yang dimengerti oleh seorang anak semakin banyak pula pemikiran dan ide-ide baru masuk ke dalam otaknya.”

Oleh karena itu, Ibnu Khaldun menyesalkan masyarakat di negaranya (Maroko waktu itu) yang membatasi pengajaran untuk anak-anak mereka pada menghafal Alquran saja dan tidak mengkombinasikannya dengan belajar ilmu-ilmu lain seperti bahasa, syair, fiqih, hadits dan sebagainya. 

Apa yang membuat Ibnu Khaldun lebih memprioritaskan belajar bahasa daripada menghafal Alquran? Bukankah Alquran berbahasa Arab? Bukankah bahasa Arab dalam Alquran merupakan bahasa Arab level tertinggi?

Ibnu Khaldun menjelaskan, “Mempelajari Alquran saja tidak akan memunculkan kemampuan dan potensi untuk berbahasa, karena manusia tidak akan mampu untuk membuat kalimat yang serupa dengan kalimat-kalimat Alquran. Oleh karena itu maka manusia juga tidak akan mampu meniru gaya bahasanya. Pada akhirnya, seseorang tidak akan memiliki kemampuan yang baik dalam berbicara dan lebih cenderung kaku dalam penggunaan kalimat serta tidak leluasa dan fleksibel dalam mengungkapkan sesuatu.”  

Tentunya ini pandangan yang berani dan sangat berbeda sama sekali dengan pandangan ulama-ulama di masa itu, bahkan juga ulama-ulama sebelumnya. Ketika mayoritas ulama di masa itu sepakat memprioritaskan materi menghafalkan Alquran daripada yang lain, Ibnu Khaldun justeru berpandangan bahwa yang mesti diprioritaskan adalah materi pengajaran dasar-dasar berbahasa. 

Baca juga: Gus Baha: Dulu Orang Berkorban untuk Negara, Kini Malah Meminta 

Pandangan yang berani dan berbeda ini tentu tidak mungkin berlalu begitu saja tanpa sebuah harga yang mesti dibayar. Beberapa ulama di masa itu di bawah komando Imam Ibnu ‘Arafah al-Maliki menghasut Sultan al-Hafshi, penguasa negeri itu untuk mengusir Ibnu Khaldun dari Maroko. 

Sesungguhnya yang menjadi titik perbedaan mendasar antara Ibnu Khaldun dengan ulama-ulama lainnya dalam melihat masalah ini terletak pada prioritas antara potensi hafalan dan potensi pemahaman. Bagi Ibnu Khaldun, yang mesti diprioritaskan adalah pembentukan akal dan pikiran anak sebelum dia menerima berbagai ilmu dan pengetahuan, bukan mengisi otaknya dengan hafalan-hafalan.  

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement