REPUBLIKA.CO.ID, – Rasulullah ﷺ menyamakan kedua cucu beliau, Al Hasan dan Al Husain, dengan raihanah, yaitu sejenis tumbuhan yang biasa dicium karena berbau harum. Mengapa demikian?
Kedua cucu Rasulullah ﷺ, Al Hasan dan Al Husain memiliki sejumlah julukan yang menunjukkan ketinggian derajat keduanya. Salah satu julukannya yakni Raihaanatay (Raihanah sejenis tumbuhan berbau harum) Nabi.
Dikutip dari buku Hasan dan Husain the Untold Story karya Sayyid Hasan Al Husaini, Abdullah bin Umar bin Khattab menyebutkan Nabi ﷺ pernah berkata tentang Al Hasan dan Al Husain:
هما ريحانتاي من الدنيا
"Keduanya adalah raihanah-ku di dunia ini." (HR Bukhari)
Ya, karena keduanya mempunyai kesamaan dengan tumbuhan itu, harum. Sebagaimana raihanah sering dicium karena baunya, demikian pula halnya dengan seorang anak.
Melalui sabdanya “di dunia ini”, Nabi ingin menunjukkan bahwa al-Hasan dan al-Husain merupakan salah satu wangi duniawi yang dianugerahkan kepada beliau. Artinya, Allah memuliakan beliau salah satunya melalui kehadiran kedua cucunya tersebut, dan Dia menjadikan beliau mencintai mereka. Dan, karena umumnya orang dewasa suka mencium bau wangi anak-anak dan mengecup mereka, maka keduanya pun diibaratkan raihan yang mengeluarkan aroma wangi.
Sebenarnya, kata raihanah dalam hadits di atas menunjukkan dua makna: makna kiasan dan makna hakiki. Adapun makna kiasan, sebagaimana wewangian dapat menyenangkan hati orang yang menciumnya, demikian juga halnya dengan ihwal Al Hasan dan Al Husain, dapat menyenangkan hati Rasulullah ketika beliau melihat keduanya.
Sedangkan makna hakiki, karena ketika Rasulullah ﷺ merengkuh dan mencium Al Hasan dan Al Husain, beliau merasakan ada semburat cinta dari dirinya, dan keduanya menyerbakkan aroma wangi. Kondisi tersebut persis ketika beliau mencium tanaman raihanah.
Hal seperti ini lumrah didapati pada orang tua terhadap anaknya. Ketika seorang ibu sedih karena berpisah dari anaknya yang masih kecil, misalnya, lalu mereka dipertemukan kembali, pasti si ibu akan merengkuh dan mencium bau anaknya. Konteks serupa tergambar melalui perkataan Ya’qub saat kehilangan Yusuf:
...اِنِّيْ لَاَجِدُ رِيْحَ يُوْسُفَ لَوْلَآ اَنْ تُفَنِّدُوْنِ
....“Sesungguhnya Aku mencium bau Yusuf, sekiranya kamu tidak menuduhku lemah akal (tentu kamu membenarkan aku).” (QS Yusuf ayat 94).