Kamis 13 Jan 2022 05:03 WIB

Hukuman Mati Tanda Keseriusan Pemerintah Lindungi Anak

Kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Herry Wirawan pantas dituntut hukuman mati

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Terdakwa kasus pemerkosaan terhadap 13 santri Herry Wirawan digiring petugas menuju mobil tahanan usai menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Selasa (11/1/2022). Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa Herry Wirawan dengan hukuman mati, kebiri kimia dan membayar restitusi atau ganti rugi kepada seluruh korban sebesar Rp331 juta. Selain itu, JPU meminta majelis hakim untuk membekukan, mencabut dan membubarkan Yayasan Pondok Pesantren Manarul Huda dan Madani Boarding School serta menyita dan melelang harta kekayaan aset terdakwa. Foto: Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Terdakwa kasus pemerkosaan terhadap 13 santri Herry Wirawan digiring petugas menuju mobil tahanan usai menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Selasa (11/1/2022). Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa Herry Wirawan dengan hukuman mati, kebiri kimia dan membayar restitusi atau ganti rugi kepada seluruh korban sebesar Rp331 juta. Selain itu, JPU meminta majelis hakim untuk membekukan, mencabut dan membubarkan Yayasan Pondok Pesantren Manarul Huda dan Madani Boarding School serta menyita dan melelang harta kekayaan aset terdakwa. Foto: Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID, PALU - Hukuman mati yang dituntut oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat kepada terdakwa kasus pemerkosaan 13 santriwati, Herry Wirawan, merupakan bentuk komitmen dan keseriusan pemerintah melindungi tumbuh kembang anak. Pendapat itu disampaikan Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu, Sulawesi Tengah, Sagaf S Pettalongi.

"Pemerkosaan terhadap anak merupakan bentuk kejahatan kemanusiaan yang harus diberikan hukuman setimpal," ucap Sagaf saat dihubungi dari Palu, Rabu (12/2/2022), menanggapi tuntutan hukuman mati terhadap terdakwa kasus pemerkosaan 13 santriwati, Herry Wirawan.

Baca Juga

Sagaf mengatakan sebagian besar korban berusia belasan tahun atau masih usia sekolah yang harusnya mendapatkan bimbingan dan pendidikan yang layak untuk menopang tumbuh kembangnya ketika menimba ilmu pengetahuan di pendidikan formal. Namun, hal itu sirna dengan aksi bejat Herry Wirawan.

"Tentu korban kehilangan masa depan, padahal mereka (korban) yang berpotensi menjadi harapan bangsa di masa mendatang," sebutnya.

 

Karena itu, kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Herry Wirawan pantas dituntut hukuman mati oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. Sagaf mengemukakan Herry Wirawan adalah seorang guru agama, pimpinan pondok pesantren, yang mestinya berada pada garda terdepan dalam memberikan perlindungan pada anak dari aspek hukum dari pelecehan seksual.

"Dengan perilakunya yang bejat itu, bukan hanya telah mencederai nilai-nilai agama dan moral, tetapi juga mencederai lembaga pendidikan Islam, khususnya pondok pesantren,"katanya.

Sagaf yang juga Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sulteng itu menilai tuntutan tersebut sekaligus menjadi peringatan dan pelajaran bagi semua orang untuk menahan diri agar tidak terjerumus dalam aksi bejat kekerasan seksual terhadap anak. "Untuk itu di lingkungan pendidikan, di lingkungan pondok pesantren, guru agar menempatkan diri sebagai seorang pendidik sekaligus sebagai orang tua dari murid-muridnya," imbuhnya

Sagaf berharap tuntutan hukuman mati bagi pelaku pemerkosa anak bisa dijalankan secara optimal di semua daerah. Langkah itu dinilai sebagai bentuk perlindungan terhadap tumbuh kembang anak serta pemenuhan hak-hak anak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement