Kamis 06 Jan 2022 05:59 WIB

Saat Tentara Salib Hancurkan Masjid Hingga Gereja di Alexandria Mesir

Tentara Salib menghancurkan kemajuan Kota Alexandria Mesir

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Nashih Nashrullah
Tentara Salib menghancurkan kemajuan Kota Alexandria Mesir. Suasana kawasan Benteng Qaitbay yang terletak di tepi laut Mediterania, Kota Alexandria, Mesir.   (Republika/Agung Supriyanto)

Walaupun berlangsung hanya beberapa hari, penaklukkan atas Alexandria itu menandakan awal redupnya kota tersebut. Ensiklopedia Historic Cities of the Islamic World menjelaskan, sultan-sultan Mamluk amat jarang mengunjungi wilayah di pesisir utara Mesir itu.

Alexandria  justru dicitrakan sebagai daerah pembuangan bagi para tahanan politik. Pada 1447, Sultan Qaitbay menambah luas benteng-benteng pertahanan kota serta melengkapinya dengan senjata meriam. Seorang pengelana Eropa menulis kesannya terhadap Alexandria  pada 1507, “Tidak ada (pemandangan berkesan) yang didapati kecuali tumpukan batu . . . dan jarang sekali jalan-jalan yang besar.” 

Sejak 1453, ibu kota Byzantium jatuh ke tangan Kesultanan Utsmaniyah. Namanya berubah dari Konstantinopel menjadi Istanbul. Mulai saat itu, kerajaan-kerajaan Kristen di Eropa mengalami kesulitan dalam memeroleh komoditas-komoditas impor dari Asia.

Sebab, banyak kota pelabuhan yang strategis di pesisir Asia Barat dan Af rika Utara telah menjadi wilayah Utsmaniyah. Hal itu mendorong para pedagang Eropa Kristen untuk menemukan rute maritim baru yang dapat membawa mereka sampai ke India dan Ma luku, produsen utama rempah-rempah.

Pada 1519, Utsmaniyah meleb rkan kekuasaannya hingga Alexandria . Bandar kota tersebut sejak berabad-abad silam berfungsi sebagai pemasok rempah-rempah untuk pasar Eropa di Laut Tengah. Dengan jatuhnya Alexandria, orang-orang EropaKristen makin terkendala dalam memenuhi impor dari Asia. 

Padahal, kebutuhannya terhadap rem pah-rempah meningkat pesat, terutama sejak akhir Perang Salib. Pertempuran dua abad lamanya itu tidak melulu konflik, tetapi juga perjumpaan budaya antara Barat dan Timur. 

Alhasil, masyarakat Eropa mulai mengenal sajian yang lebih beragam dengan racikan bumbu-bumbu penyedap khas Asia. 

Beberapa penjelajah Eropa mulai merintis jalur laut yang menuju India dan Nusantara pada abad ke-15. Itu lah awal dari Zaman Penjelajahan, yang akhirnya memunculkan kolonia lisme modern seiring dengan revolusi industri pada akhir abad ke-18. Sementara itu, Alexandria  tidak begitu ramai bila dibandingkan masa-masa sebelumnya. 

Inggris dan Prancis saling berebut pengaruh di Asia Barat sembari berkonflik dengan Turki Utsma niyah. Pada abad ke-16, pemerintah Utsmaniyah mengharuskan pajak dari Alexandria  untuk dikirim langsung ke Istanbul, alih-alih diendapkan di Mesir. Saat itu, pelabuhan Iskandar kota tersebut lebih berfungsi sebagai tempat kapal-kapal militer kesultanan bersandar selama musim dingin. 

 

Hingga akhir abad ke-18, keadaan yang ada jauh dari kesan maju dan ber dinamika. Populasi kota ini menurun hingga kira-kira 8.000 jiwa.  

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement