Rabu 05 Jan 2022 05:10 WIB

Tiga Syarat Sah Akad Gadai dalam Syariat

Ibnu Rusyd menjelaskan tiga syarat sah dalam akad gadai.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Ani Nursalikah
Tiga Syarat Sah Akad Gadai dalam Syariat
Foto: Antara/Makna Zaezar
Tiga Syarat Sah Akad Gadai dalam Syariat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu rukun gadai adanya akad dalam transaksi tersebut. Menurut ulama-ulama dari madzhab Syafii, akad gadai hanya sah dengan tiga syarat.

Perihal dalil hukum gadai, Allah SWT berfirman dalam Alquran Surah Al-Baqarah ayat 283, “Wa lam tajiduu kaatiban farihanun magbudhatun,”. Yang artinya, “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang),”

Baca Juga

Ibnu Rusyd dalam Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid menjelaskan ketiga syarat sah dalam akad gadai, sebagai berikut.

Pertama, harus berupa barang karena utang tidak bisa digadaikan.

Kedua, kepemilikan barang yang digadaikan tidak terhalang. Contohnya seperti mushaf. Imam Malik menganggap boleh menggadaikan mushaf, tetapi penerimaan gadai dilarang membacanya. Perselisihan dalam hal ini berpangkal pada jual beli.

Ketiga, barang yang digadaikan bisa dijual jika pelunasan utangnya sudah jatuh tempo. Menurut Imam Malik, boleh menggadaikan barang yang tidak boleh dijual. Contohnya, seperti tanaman dan buah-buahan yang belum layak dipetik.

Jika sudah layak dipetik, menurut Imam Malik, boleh dijual untuk melunasi utang yang sudah jatuh tempo. Tentang masalah menggadaikan buah yang belum layak dipanen, Imam Syafii memiliki dua versi pendapat.

Menurut beliau, boleh dijualnya jika sudah jatuh tempo dan dengan syarat dipetik. Sedangkan menurut Abu Hamid, pendapat yang paling shahih adalah yang membolehkan. Sedangkan menurut Imam Malik, boleh menggadaikan barang yang belum jelas nilainya. Contohnya, seperti dinar dan dirham yang sudah dicetak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement