REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Beberapa waktu lalu berbagai pusat perbelanjaan ramai-ramai memasang diskon atau potongan harga atas barang-barang mulai dari baju, elektronik dan perlengkapan kebutuhan rumah. Diskon itu diberikan dalam rangka hari raya non-Muslim. Lalu bolehkah seorang Muslim membeli barang yang memperoleh diskon dalam rangka non-Muslim.
Pakar fiqih muamalah yang juga pendiri Institut Muamalah Indonesia, KH. Muhammad Shiddiq Al Jawi menjelaskan hukum menggunakan diskon dalam rangka hari raya non-Muslim adalah boleh. Ia menjelaskan bahwa tidak mengapa bagi seorang Muslim menggunakan diskon dalam berjual beli pada saat hari-hari raya non Muslim lainnya selama memenuhi dua syarat.
Syarat pertama, barang yang dibeli oleh muslim tersebut bukan termasuk barang-barang khusus yang digunakan untuk menyerupai orang kafir (tasyabbuh bil kuffaar). Kiai Shiddiq menjelaskan bahwa tasyabbuh bil kuffaar hukumnya haram sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW. (Man Tasyabbaha biqaumin fahua minhum) Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk ke dalam golongan mereka. (HR. Abu Dawud).
"Maka berjual beli barang-barang khusus untuk tasyabbuh bil kuffaar hukumnya haram. Misalnya kalung salib, pohon natal, topi sinterklas, lampu-lampu penghias pohon natal dan semisalnya. Jadi barang-barang seperti ini kalau kita membeli, hukumnya haram, berdosa, karena ini barang-barang yang khas, terkait dengan simbol-simbol agama di luar Islam," jelas kiai Shiddiq dalam kajian virtual yang diselenggarakan ngaji subuh beberapa waktu lalu.
Maka menurut kiai Shiddiq ketika seorang Muslim membeli barang yang tidak terkait dengan simbol khas perayaan agama non Muslim, semisal membeli peralatan masak, atau peralatan menulis, maka boleh kendatipun tertera barang tersebut mendapatkan diskon dalam rangka hari raya non-Muslim. Barang-barang tersebut adalah tergolong barang umum yang digunakan siapapun dan tidak terkait dengan simbol agama atau untuk perayaan hari besar non Muslim.
Sedang kiai Shiddiq mengatakan salib adalah barang khusus dan merupakan simbol agama umat kristen yang mengandung makna bahwa nabi Isa putra Maryam wafat di salib. Hal itu bertentangan dengan keterangan Alquran surat An Nisa 167 yang menjelaskan bahwa yang disalib adalah orang yang diserupakan wajahnya dengan nabi Isa.
Kiai Shiddiq menjelaskan jika jual beli untuk tasyabbuh bil kuffaar hukumnya haram maka haram juga hukumnya seorang Muslim memanfaatkan diskon ketika membeli barang-barang tersebut. Hal itu karena diskon adalah persoalan cabang yang muncul dari persoalan pokok yaitu jual beli. Maka diskon sebagai persoalan cabang menjadi haram jika persoalan pokoknya yaitu jual belinya haram. Sebagaimana kidah fiqih idza saqatha al ashlu saqatha al far'u (Jika persoalan pokok telah gugur, maka gugur pula persoalan cabangnya).
"Membeli salib tidak ada diskonnya haram, ada diskonnya juga haram," katanya.
Syarat kedua, menurut kiai Shiddiq adalah penjual atau toko yang memberi diskon tersebut tidak digunakan keuntungan yang diperolehnya untuk turut merayakan hari raya non Muslim yang ada. Ini disandarkan pada kaidah fiqih, kullu bai'in a'ana 'ala ma'syiyatin haram (setiap jual beli yang mendukung terjadinya suatu kemaksiatan hukumnya haram) selain itu kaidah lainnya yakni Al wasilah ilal haromi muharromah (segala sesuatu perantaraan menuju yang haram, hukumnya haram pula).
"Jadi kalau jual beli itu menjadi perantara kepada yang haram, maka jual beli yang tadinya hukumnya boleh menjadi hukumnya haram. Misalnya kita membeli sesuatu dari toko ternyata keuntungannya digunakan untuk merayakan hari raya natal, nah itu tidak boleh," jelasnya.
Maka jika penjualnya diketahui dengan dugaan kuat akan menggunakan keuntungan jual beli tersebut untuk turut merayakan hari raya non Muslim, atau pun akan menggunakan keuntungannya untuk mendukung suatu dosa atau maksiat secara umum maka haram hukumnya seorang Muslim menggunakan diskon dalam berjual beli pada saat hari natal atau hari raya non Muslim lainnya.