REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Bangsa Arab dikenal sebagai bangsa saudagar, hal ini karena bangsa Arab dahulunya merupakan pengembara yang mana hal ini dapat dilihat dalam keadaan di masa kini. Penyebaran saudagar dari Jazirah Arab pun tak terbendung memenuhi sejumlah wilayah di dunia.
Ahmad Mansur Suryanegara dalam buku Api Sejarah mengutip penjelasan dari Alwi bin Tahir Al-Haddad yang menyatakan bahwa jumlah saudagar Arab yang ada di dalam sejarah yang dikenal dengan nama Keling sebanyak 850 ribu orang. Bahkan di sepanjang Pantai Malabar, jumlah mereka lebih banyak lagi.
Sedangkan mereka yang telah sampai di China berjumlah puluhan ribu sehingga pemerintah Cina menyediakan tempat-tempat tertenu untuk kediaman mereka di beberapa kota di China. Alwi bin Tahir memberikan gambaran terjadinya jalinan keakraban antara wirausahawan Arab degan raja dan masyarakat China.
Sedangkan Thomas Arnold menambahkan mengenai hubungan niaga antara Arab dengan China telah terjalin sebelum Rasulullah SAW lahir. Dia memberikan gambaran betapa eratnya jalinan niaga Arab-China setelah masa Rasulullah SAW. Adapun kehadiran wirausahawan Arab di daratan Cina karena bangsa Arab memiliki bahtera niaga yang mampu mengarungi samudera Arabia dan Persia. Dalam penulisan sejarah, dintarakan kapal-kapal dagang pada masa kejayaan Islam berlayar sampai Samudera Persia.
Dari situlah ditentukan mata angin posisi wilayah atau suatu negara dalam membaca peta bumi. Misalnya, Jepang, China, Korea yang letak geografinya di sebelah Timur dari Greenwich London, dan sangat jauh, disebutnya the Far East. Demikian pula posisi geografi Makkah dan Madinah sebenarnya terletak di sebelah Barat dari Indonesia.
Oleh karena itu, kiblat sholat menghadap ke arah Barat. Namun bangsa Indonesia sekarang ikut menyebut Arabia, atau Makkah, dan Madinah, serta Mesir sebagai wilayah Timur Tengah. Artinya berposisi dari Greenwich sebelah Timur dan di Tengah.
Pelayaran saudagar Arab Muslim menempuh jalan laut niaga. Dari pulau Nikobar, Andaman, Maladiv, mereka berlayar ke Malaka sebagai pusat niaga Muslim di Asia Tenggara. Di antara kapalkapal saudagar Arab Muslim itu ada juga yang mengubah perjalanannya sampai ke Madagaskar. Ada pula yang membawa barang dagangan atau komiditi dari Afrika Selatan ke Guinea dan sekitarnya. Kemudian kapal-kapal niaga Muslim tersebut kembali ke Madagaskar.
Seluruh pantai lautan tersbeut di atas, dahulu di bawah pengaruh saudagar Muslim yang datang dari Kekhalifahan Muawaiyah (661-750). Yakni ketika pusat pemerintahannya di Damaskus. Kemudian di Pesisir Sindu, India, sudah tersebar pula agama Islam.
Sedangkan Kambai dan Gujarat di India merupakan pusat pedagang-pedagang atau wirausahawan dari Oman, Hadramaut, dan Teluk Persia sejak masa sebelum lahirnya agama Islam yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Hal ini menjadi lebih kuat jika diingatkan bahwa pada abad ke-2 SM perdagangan dengan Sailan atau Sri Langka sudah seluruhnya di tangan bangsa Arab.
Dalam masalah sejarah masuknya agama Islam ke India, Thomas Arnold mengoreksi ketidakbenaran penulisan sejarah yang memberikan gambaran Islam di India dikembangkan oleh Mahmud Ghazna, Aurangzeb, dengan kekerasan dan kekejaman. Dijelaskan bahwa hal tersbeut tidaklah benar.
Sejarah terjadinya 66 juta Muslim di India adalah dampak dari dakwah yang persuasif dan damai. Mulai diajarkan oleh wirausahawan atau saudagar Arab melalui jalan laut niaga. Informasi sejarah tentang aktivitas pasar di Arabia kurang banyak dipahami oleh sementara sejarawan di Asia.
Hal ini akibat sistem penulisan sejarah masih meniru Barat. Umumnya, sejarawan Barat selalu mengecilkan perananan pasar di Arabia. Kemudian lebih mengangkat dalam penulisan sejarah, peranan pasar di India atau China.