REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Secara harfiah uzlah kerap diartikan mengasingkan atau menarik diri dari keramaian. Dalam sejarah Islam, uzlah telah dipratikkan oleh para nabi terdahulu, seperti Nabi Ibrahim maupun Nabi Musa. Bahkan, sebelum mendapatkan wahyu, Nabi Muhammad SAW juga melakukan uzlah di Gua Hira.
Uzlah juga merupakan salah satu metode pendekatan kepada Allah SWT yang dilakukan oleh para sufi. Uzlah ini merupakan suatu hal yang sangat penting bagi mereka yang ingin mendapatkan kedudukan-kedudukan sempurna dalam agama yaitu Islam, Iman dan Ihsan. Bahkan, uzlah juga sangat bermanfaat bagi seorang murid.
Dalam kitabnya yang berjudul Al-Hikam, Ibnu Atha’illah as-Sakandari mengatakan,
مَا نَفَعَ الْقَلْبَ شَيْئٌ مِثْلَ عُزْلَةٍ يَدْخُلُ بِهَا مِيْدَانُ فِكْرَةٍ.
“Tiada yang lebih berguna bagi hati selain uzlah. Dengan uzlah, hati memasuki lapangan tafakkur.”
Dalam syarahnya di kitab al-Hikam terbitan TuRos, Syekh Abdullah Asy-Syarqawi menjelaskan bahwa uzlah atau menyendiri merupakan cara terbaik bagi seorang murid untuk membersihkan hati dari segala kelalaian dan mendekatkan diri kepada Tuhannya.
Sedangkan Tafakkur itu umpama sebuah lapangan. Di sana, hati berputur-putar seperti seekor kuda yang berpacu di sebuah arena pacuan.