REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sesudah hijrah beberapa bulan keadaan kaum Muslimin (Muhajirin) yang tinggal di Madinah sudah tertata rapi. Sekarang kerinduan pihak Muhajirin ke Makkah terasa makin bertambah dan sudah tidak terbendung.
"Terpikir oleh mereka siapa-siapa dan apa saja yang mereka tinggalkan itu, serta betapa keras pihak Quraisy menyiksa mereka dulu ketika itu," tulisan Husen Haekal dalam bukunya Sejarah Muhammad.
Tentang hal ini Husen banyak penulis-penulis sejarah yang berpendapat, bahwa mereka dan terutama Nabi Muhammad telah memikirkan akan mengadakan balas-dendam terhadap Quraisy serta mulai membuka permusuhan dan akan mengadakan perang. Bahkan ada yang berpendapat, bahwa sejak mereka sampai di Madinah niat mengadakan perang ini sudah terpikir oleh mereka.
"Hanya saja, yang masih menunda mereka mencetuskan api peperangan itu ialah karena mereka masih sibuk menyiapkan tempat-tempat tinggal serta mengatur segala keperluan hidup mereka," katanya.
Sebagian mereka mengemukakan alasan ini ialah karena Muhammad sudah mengadakan Ikrar Aqaba kedua yang justru untuk memerangi siapa saja. Dan sudah wajar pula apabila ia dan sahabat-sahabatnya menjadikan Quraisy sebagai sasaran pertama, suatu hal yang telah membuat pihak Quraisy segera
menyadari akibat perjanjian ‘Aqaba itu.
Dalam ketakutan itu mereka pergi menanyakan Aus dan Khazraj tentang dia. Mereka memperkuat pendapat ini dengan apa yang telah terjadi delapan bulan sesudah Rasul dan para Muhajirin tinggal di Medinah, yaitu ketika Muhammad mengirimkan pamannya Hamzah b. Abd’l-Muttalib ke tepi laut (Laut Merah) di sekitar ‘Ish dengan membawa 30 orang pasukan yang terdiri dari kalangan Muhajirin tanpa orang-orang Anshar.
Di tempat ini ia bertemu dengan Abu Jahl bin Hisyam dengan 300 orang pasukan terdiri dari penduduk Mekah; dan bahwa Hamzah sudah siap akan memerangi Quraisy tapi lalu dilerai oleh Majdi b. ‘Amr yang bertindak sebagai pendamai kedua belah pihak. Masing-masing kelompok itu lalu bubar tanpa terjadi suatu pertempuran.
Juga ketika Muhammad mengirimkan ‘Ubaida bin’l-Harith dengan 60 orang pasukan terdiri dari kaum Muhajirin tanpa Anshar. Mereka pergi menuju ke suatu tempat air di Hijaz, yang
disebut Wadi Rabigh. Disini mereka bertemu dengan kelompok Quraisy yang terdiri dari 200 orang dipimpin oleh Abu Sufyan.
Tetapi mereka bubar juga tanpa suatu pertempuran; kecuali apa yang diceritakan orang, bahwa Said b. Abi Waqqash ketika itu telah melepaskan anak panahnya, “dan itu adalah anak panah pertama dilepaskan dalam Islam.”
Demikianlah ketika Said bin Abi Waqqash dikirim ke daerah Hijaz dengan membawa 8 orang Muhajirin menurut satu sumber atau 20 orang menurut sumber yang lain. Kemudian mereka kembali karena tidak bertemu siapa-siapa.