REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Adzan merupakan syiar Islam untuk memanggil umat Islam guna melaksanakan sholat wajib lima waktu. Adzan dan iqamah dikumandangkan sedikitnya lima kali dalam sehari semalam, sesuai sholat lima waktu tersebut. Sehingga umat Islam mengetahui waktu sholat telah tiba melalui kumandang adzan.
Sementara itu, iqamah pada dasarnya sama saja dengan adzan, meski terdapat beberapa perbedaan antara keduanya. Ulama mazhab besar yang dikenal di Indonesia, Imam Syafii, menjabarkan sejumlah perbedaannya.
Imam Syafii dalam Fikih Manhaji menjelaskan bahwa terdapat perbedaan di antara iqamah dengan adzan yang dapat dirasakan dengan jelas. Lafal adzan dibacakan dua-dua, sedangkan lafal iqamah hanya dibaca satu-satu. Hal ini ditunjukkan oleh riwayat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anu yaitu sebagai berikut:
أُمِرَ بِلاَلٌ أَنْ يَشْفَعَ، الأَذَانَ، وَأَنْ يُوتِرَ الإِقَامَةَ.
“Bilal diminta untuk menggenapkan adzan dan megganjilkan iqamah, kecuali lafal iqamah itu sendiri, yakni ‘qad qaamati as-sholat’ (sholat akan segera didirikan), yang dilafalkan dua kali.”
Selanjutnya adzan dilantunkan agak pelan, sedangkan iqamah dilantunkan dengan agak cepat. Ini karena adzan dikumandangkan untuk memanggil yang belum datang sehingga lebih tepat dengan lantunan pelan, sedangkan iqamah untuk yang sudah hadir sehingga lebih tepat dikumandangkan dengan agak cepat.
Ketika ingin mengerjakan sholat qadha, ia dapat mengumandangkan adzan untuk sholat yang pertama lalu iqamah saja untuk sholat yang berikutnya.
Dalilnya bahwa Nabi Muhammad SAW menjamak sholat maghrib dan Isya di Muzdalifah dengan satu adan dan dua kali iqamah . Hadis ini diriwayatkan Imam Muslim.
Adapun syarat dan sunnah iqamah sama dengan syarat adzan. Demikian pula sunnah iqamah juga sama dengan sunnah adzan. Sebagai tambahan, iqamah sebaiknya dilakukan muadzin. Selain itu, orang yang mendengar disunahkan mengucapkan: أقامها الله وأدامها ‘Aqamahallahu wa adaamaha.” Yang artinya, “Semoga Allah menegakkan dan merutinkannya.”