Selasa 30 Nov 2021 18:22 WIB

Aktivis Muslim: Umat Bisa Arusutamakan Perubahan Iklim

Materi terkait perubahan iklim bisa disampaikan melalui khutbah agama.

Aktivis Muslim: Umat Bisa Arusutamakan Perubahan Iklim. Sejumlah aktivis greenpeace melakukan aksi damai di Kawasan Patung Kuda, Jakarta, Rabu (10/11). Memanfaatakan momentum Hari Pahlawan, greenpeace Indonesia mengahantarkan 1000 kartu pos dari masyarakat diseluruh Indonesia kepada Presiden Joko Widodo. Kartu Pos tersebut berisikan informasi kesan dan pesan agar pemerintah benar-benar melihat dampak perubahan iklim terhadap tempat tinggal dan ekosistem mereka.Prayogi/Republika.
Foto: Prayogi/Republika.
Aktivis Muslim: Umat Bisa Arusutamakan Perubahan Iklim. Sejumlah aktivis greenpeace melakukan aksi damai di Kawasan Patung Kuda, Jakarta, Rabu (10/11). Memanfaatakan momentum Hari Pahlawan, greenpeace Indonesia mengahantarkan 1000 kartu pos dari masyarakat diseluruh Indonesia kepada Presiden Joko Widodo. Kartu Pos tersebut berisikan informasi kesan dan pesan agar pemerintah benar-benar melihat dampak perubahan iklim terhadap tempat tinggal dan ekosistem mereka.Prayogi/Republika.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Aktivis lingkungan Muslim yang juga Ambassador Green Faith Nana Firman mengatakan umat agama memiliki kekuatan untuk mengarusutamakan isu perubahan iklim di tengah masyarakat.

"Umat beragama itu sangat berpengaruh, cukup powerful, dan punya sudah punya jaringan dan infrastruktur sendiri. Jadi mereka bisa diajak kerja sama mengarusutamakan isu perubahan iklim," kata Nana dalam webinar "Literasi dan Aksi Iklim Generasi Muda Religius Lintas Agama" yang dipantau di Jakarta, Selasa (30/11).

Baca Juga

Ia mengatakan melalui generasi muda yang religus, pemerintah dalam hal ini Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dapat melibatkan generasi muda di dalam komunitas agama untuk memberikan materi-materi terkait perubahan iklim. "Kita juga bisa melibatkan pemuka agama untuk memasukkan perubahan iklim ke dalam ceramah mereka atau khutbah mereka. Mungkin tidak masuk menggunakan bahasa ilmiah tapi menggunakan bahasa agama," katanya.

Menurut dia, seluruh agama di dunia memiliki pandangan universal untuk melestarikan bumi. Generasi muda dalam kelompok agama pun biasanya lebih bersemangat terlibat aksi perubahan iklim di negaranya sendiri dengan agenda yang dirumuskan secara global.

Pada 17 Oktober dan 18 Oktober 2021 lalu generasi muda lintas agama yang tergabung dalam Green Faith dalam kelompok lain pun mengadakan aksi di dekat rumah ibadah, kantor pemerintah, dan kantor perusahaan untuk menyampaikan tuntutan. Ia menyebut aksi ini merupakan momentum karena dilaksanakan dua minggu sebelum Negosiasi Iklim Internasional COP26 di Glasgow.

Kesepuluh tuntutan tersebut, yaitu energi baru dan terbarukan untuk semua, pendanaan yang sejalan dengan nilai-nilai kasih sayang, pekerjaan dan perawatan kesehatan untuk semua orang, hargai hak masyarakat adat, dan sambut migran iklim. Di samping itu, juga terdapat tuntutan untuk menurunkan emisi karbon hingga nol sampai 2030, akhiri penodaan planet, eliminasi pendanaan tak bermoral, kontribusi adil dari negara kaya, dan kepemimpinan komunitas yang tebal iman.

"Dari 10 tuntutan itu kemudian kita kecilkan, kita berfokus ke energi baru dan terbarukan, transisi dari energi fosil ke EBT, juga penghentian deforestasi karena berkaitan dengan suhu dan iklim bumi," katanya.

Negara-negara maju yang selama ini menyebabkan perubahan iklim juga harus menginvestasikan atau turut mendanai transisi energi di negara-negara berkembang dan miskin. Di tengah Covid-19, menurutnya masyarakat sebetulnya memiliki kesempatan untuk mengubah sistem pemerintahan ataupun bisnis agar lebih berkelanjutan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement