Sejalan dengan pernyataan di atas, asy-Syathibi menegaskan bahwa:
وَضْعُ الشَّرَائِعِ إِنَّمَا هُوَ لِصَالِحِ اْلعِبَادِ فِي اْلعَاجِلِ وَاْلآجِلِ مَعًا.
Artinya: “Ditetapkan hukum-hukum Syariah tidak lain adalah untuk kemaslahatan hamba dalam kehidupan di dunia sekaligus dalam kehidupan di akhiratnya.” [al-Muwafaqat, Juz II halaman 2]
Sedangkan yang berkaitan dengan menghindari kerusakan, banyak ditemui ayat-ayat al-Qur’an yang berisi larangan untuk berbuat kerusakan. Di antaranya yaitu:
Artinya: “… dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.” [QS. al-Baqarah (2): 60]
Artinya: “…dan mereka berbuat kerusakan dimuka bumi dan Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan.” [QS. al-Maidah (5): 64]
Artinya: “… dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan.” [QS. al-A’raf (7): 142]
Islam melarang kerusakan karena kerusakan adalah perbuatan yang mendatangkan kerugian (kemadlaratan) bagi kehidupan manusia. Dalam hadits disebutkan:
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَضَى أَنْ لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ. [رواه ابن ماجه]
Artinya: “Diriwayatkan dari ’Ubadah Ibn Shamit bahwa Rasulullah saw menetapkan tidak boleh membuat kemadlaratan dan tidak boleh saling melakukan kemadlaratan.” [HR. Ibnu Majah]