REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Setiap amalan yang dilakukan manusia kelak akan diperhitungkan di hari hisab. Lalu apakah kesedihan di hati juga ikut menjadi bagian yang dihisab pula?
Dilansir di Masrawy, Kamis (25/11), wali Fatwa di Dar Al Ifta Mesir, Syekh Uwaida Usman, menjelaskan hati yang sedih dan berduka serta mata yang mengeluarkan tangisan tanpa berkata apapun kecuali perkataan baik kepada Tuhannya.
Kesedihan Nabi Yakub, alaihissalam, ketika berpisah dengan anaknya yakni Nabi Yusuf, alaihissalam, menjadi sebuah kisah yang diabadikan dalam Alquran. Allah ﷻberfirman dalam Alquran surat Yusuf penggalan ayat 84:
وَابْيَضَّتْ عَيْنَاهُ مِنَ الْحُزْنِ فَهُوَ كَظِيمٌ “Wabyadhat ainahu minal-huzni fahuwa kazhimun.” Yang artinya, “Dan kedua matanya menjadi putih karena kesedihan dan dia adalah seorang yang menahan amarahnya.”
Syekh Uwaida mengatakan bahwa kesedihan Nabi Yakub berlangsung selama 40 tahun, bahkan ada pula yang menyebut selama 80 tahun. Namun demikian Nabi Yakub tak sama sekali melewatkan tugasnya sebagai seorang nabi dan hamba Allah ﷻ.
Syekh Uwaida menyebut, kesedihan hanya akan menjadi sikap tercela apabila yang bersangkutan justru mengabaikan tugasnya kepada Allah ﷻ lantaran terlalu hanyut di dalam kesedihan. Kemarahan dan kesedihan merupakan sikap tercela jika mengakibatkan manusia melakukan hal-hal yang dilarang Allah ﷻ.
Namun demikian beliau menekankan bahwa sejatinya manusia tidak bisa lepas dan terhindar dari kesedihan. Maka manusia haruslah meyakini akan ketetapan Allah ﷻ dan melihat karunia Allah ﷻ yang lain dan mempercayai janji-janji-Nya.
Sumber: masrawy