REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Mengucapkan salam merupakan anjuran syariat. Ucapan salam yang diajarkan Nabi Muhammad SAW diucapkan adalah as-salamu ‘alaikum, sama dengan yang diucapkan Nabi Ibrahim AS. Yakni salam yang sifatnya langgeng dan mantap.
Prof Quraish Shihab mengatakan, sesuai dengan Hadist Nabi bahwa mengucapkan salam dengan redaksi ini dinilai Nabi SAW memperoleh sepuluh ganjaran, bila ditambah wa rakmatullah, menjadi dupuluh, dan bila disertai lagi dengan wa barakatuh, genaplah ganjaran menjadi tiga puluh. (HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi melalui ‘Imran Ibn al-Hushain ra.).
Perlu dicatat bahwa ada petunjuk Nabi saw yang melarang memulai salam kepada orang Yahudi dan Nasrani, (HR. Muslim dari Abu Hurairah), tetapi ini karena ketika itu permusuhan mereka sudah sangat jelas.
"Mereka tidak henti-hentinya (menimbulkanj kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi” (QS. Al-Imran ayat 118).
Namun, kata Prof Quraish, banyak ulama yang membenarkan untuk memulai ucapan salam kepada non-Islam. Sahabat Nabi SAW Ibn ‘Abbas dan sekelompok ulama selain beliau berpendapat demikian.
"Larangan Nabi, mereka pahami dalam konteks zamannya, di mana orang-orang Yahudi mengucapkan as-samu ‘alaikum bukan ( as-salamu ‘alaikum, yang berari kutukan atau kematian untuk kalian)," tulis Prof Quraish Shihab dalam Tafsirnya Al-Misbah.
Sehingga ketika itu kalaupun harus dijawab, dijawab dengan ‘alaikum (tanpa wa), yakni terhadap kalian kutukan itu bukan terhadap kami, atau wa ‘alaikum dengan wa), yakni terhadap kami kematian pasti datang dan terhadap kalianpun demikian.
Alaika as-salam atau salam yang tidak disertai dengan wa/dan menurut Nabi SAW adalah salam untuk orang-orang mati (HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi).
Asy-Sya‘rawi menggarisbawahi khuyyitum dalam konteks ucapan salam ini. Menurutnya semua makhluk Allah hidup dengan kehidupan yang sesuai dengan kodratnya, berdasarkan firman-Nya:
"Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memujiNya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka” (QS. al-Isra ayat 44), dan firman-Nya:
"Segala sesuatu akan binasa (kehilangan hidup) kecuali wajah Allah” (QS. al-Qashash ayat 88).
Di sisi lain, tegas asy-Sya‘rawi, hidup bertingkat-tingkat, puncaknya bagi manusia adalah kehidupannya di akhirat kelak. Kalau di dunia ini manusia dapat hidup dengan ruh, maka ruh yang dimiliki semua makhluk pasti berakhir, maka hidup abadi yang tidak berakhir adalah di akhirat.