Simonowitz berpendapat bahwa sesungguhnya penulis kaligrafi wanita dalam Islam telah eksis sejak lama, bahkan sejak masa kelahiran Islam. Nabi Muhammad sendiri mendorong agar kaum wanita, dan tidak hanya kaum pria saja, untuk belajar menulis.
Bahkan, sejumlah ahli kaligrafi wanita pernah muncul dan menjadi guru bagi penulis kaligrafi laki-laki. Namun, memang belum banyak rincian sejarah yang tersedia tentang kiprah para penulis kaligrafi wanita ini. Ini, ungkap Simonowitz, kemungkinan terjadi karena para penulis di tengah masyarakat tradisional Timur Tengah lebih tertarik menulis sejarah kaum pria daripada sejarah kaum wanita.
Sementara catatan sejarah tentang penulis kaligrafi wanita sangat minim di Timur Tengah, narasi yang lebih lengkap ada di dalam catatan sejarah Turki Usmani. Seorang penulis kaligrafi terkenal di zaman Usmani adalah Esma Ibret Hanim yang lahir tahun 1780. Saat berumur 15 tahun ia telah menghasilkan sebuah karya kaligrafi yang mendapat apresiasi dari Sultan Selim III, sultan Usmani berpikiran maju yang memerintah tahun 1789-1807.
Selain Hanim, ada beberapa penulis kaligrafi wanita lainnya di masa Turki Usmani. Mereka umumnya tidak hanya ahli dalam menulis indah, tapi juga merupakan wanita berpendidikan tinggi yang paham soal Al Quran, hukum Islam dan hadis Nabi. Dengan demikian, ungkap Simonowitz, penulis kaligrafi wanita di zaman Turki Usmani tidak hanya dikenal sebagai seniman belaka, tapi juga sebagai orang yang berpengetahuan dan saleh. Mereka, dengan demikian, merawat tradisi seni menulis indah sekaligus menyebarkan pesan-pesan Islam kepada publik lewat karya elok mereka.
Sumber: Majalah SM Edisi 3 Tahun 2019