REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Ulama mesir yang amggota Fatwa Lembaga Fatwa Mesir, Syekh Muhammad Syalabi memberikan jawaban tentang pertanyaan apakah menyentuh anjing dapat membatalkan wudhu?
Dia menjelaskan bahwa menyentuh anjing atau terkena liurnya anjing tidak membatalkan wudhu. Hal ini karena bersuci itu ditetapkan dengan dalil syari maka tidak mungkin dihapuskan kecuali dengan dalil syar'i. Dan tidak ada dalil yang membatalkan dari menyentuh anjing atau air liurnya anjing, karena itu tidak dikategorikan para ulama dalam hukum batalnya wudhu.
Syekh Syalabi juga memberikan tambahan dari pertanyaan bagaimana hukum sholat dan membaca Alquran ketika memegang anjing penjaga? Menurut syekh Syalabi tidak ada persoalan dengan sholat dan membaca Alquran seseorang yang baru saja berurusan atau memegang anjing penjaga.
Menurutnya orang tersebut tinggal wudhu (jika dia berhadas kecil) dan sholat. Karena ia menjelaskan terdapat pandangan ulama bahwa anjing itu suci dan ini merupakan fatwa madzhab Imam Maliki.
Berdasarkan madzhab ini menyentuh anjing tidak membatalkan wudhu dan juga tidak memindahkan najisnya, dan sholat orang tersebut tetap sah.
Sebagai perbandingan hukum, para ulama berbeda pendapat tentang menyikapi status najis atau sucinya anjing. Para ulama Mazhab Syafii dan Hanbali berpendapat, bahwa anjing najis secara kesuluruhan, baik segala yang kering dari anggota tubuhnya atau pun yang basah.
Sehingga ketika menyentuh anjing itu harus disucikan dulu najis mugholadohnya. Maka ketika masih ada najis mugholadhoh di tubuhnya atau di pakaiannya, sholat seseorang tidak sah karena salah satu syarat sahnya sholat harus suci tubuh, pakaian, dan tempat shoaltnya.
Kendati demikian terkena najis tidak menjadi perkara yang membatalkan wudhu. Bila seseorang bagian tubuhnya terkena najis maka cukup bersihkan sesuai tuntunan fiqih.
Kedua, ulama Mazhab Hanafi berpandangan status anjing itu pada dasarnya suci kecuali bagian yang basah dari anjing seperti kencing, keringat, liur, dan segala yang basah hukumnya adalah najis.
Ketiga, menurut ulama Mazhab Maliki, status anjing suci secara keseluruhan tidak najis, baik bagian yang kering dari hewan mamalia itu ataupun yang basah.