REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rasulullah SAW tidak menyukai dua orang yang bersaing satu sama lain untuk menikahi seorang wanita yang sama. Ini karena situasi tersebut bisa menimbulkan permusuhan sengit di antara saudara sesama Muslim.
Rasulullah SAW bersabda,
المؤمن أخو المؤمن، لا يبيع على بيع أخيه، ولا يخطب على خطبة
أخيه حتى يدع.
"Seorang mukmin adalah saudara bagi mukmin lainnya. Tidak dihalalkan bagi seorang mukmin membeli barang yang telah dibeli oleh saudaranya. Dan dia pun tidak boleh melamar wanita yang telah dilamar saudaranya hingga saudaranya itu membatalkan lamarannya."
Para ulama Abu Hanifah, Syafi'i, dan Malik, semuanya berpendapat bahwa seorang muslim berdosa bila dia mengajukan lamaran kepada wanita yang sudah dilamar pria muslim lainnya. Meski demikian, jika pernikahan telah dilaksanakan dengan cara yang salah ini, cukuplah bagi pelamar kedua yang berhasil untuk meminta maaf pada pelamar pertama dan juga memohon ampun kepada Allah.
Selain itu, jika seorang pria melamar wanita dan mereka sudah bertemu, lalu wanita itu tidak menunjukkan rasa suka atau persetujuan kepadanya, pria lain boleh melamarnya. Faktor penentunya di sini adalah persetujuan dan rasa suka dari wanita yang dilamar.
Sebaliknya, jika wanita itu menunjukkan persetujuan dan rasa suka pada pelamarnya, maka tidak boleh ada pria lain melamarnya kecuali jika pertuangannya dibatalkan. Bukti yang mendukung diizinkannya pria lain melamar seorang wanita ketika wanita itu menunjukkan rasa suka terdapat dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim sebagai ber ikut:
"Fathimah binti Qais memberi tahu Rasulullah SAW bahwa Mu'awiyah bin Abi Sufyan dan Abu Al Jahm telah melamarnya. Dan Rasulullah SAW bersabda: "Adapun Abu Jahm adalah orang yang tidak pernah meninggalkan tongkatnya dari lehernya (suka memukul), sedangkan Mu'awiyah adalah orang yang miskin, tidak memiliki harta. Karena itu menikahlah dengan Usamah bin Zaid." Namun wanita itu tidak menyukainya, dan beliau tetap mengatakan: "Nikahlah dengan Usamah." Maka dia menikah dengan Usamah dan Allah memberikan limpahan kebaikan padanya, sehingga dia merasa bahagia hidup dengannya."
Sejumlah ulama mendukung pendapat tersebut, termasuk Imam Malik r.a. yang berkata: "Hadits Rasulullah SAW 'Tidak boleh ada di antaramu yang mengikuti pertunangan saudaranya dengan pertunangan dirinya sendiri sebagaimana kita memahaminya-dan Allah yang Maha Tahu-mengacu pada suatu situasi di mana seorang pria melamar seorang wanita dan wanita itu menunjukkan rasa suka padanya, mereka setuju dengan jumlah mahar yang dibayarkan, dan wanita itu mengajukan syarat-syarat, maka tidak boleh ada pria lain yang melamar wanita yang sama."