REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad SAW adalah surat Al Alaq. Permulaan wahyu itu diceritakan dalam salah satu hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari.
Ulama karismatik asal Suriah, Syekh Said Ramadhan Al Buthy, mengatakan dalam The Great Episodes of Muhammad, Sayyidah Aisyah menceritakan mula-mula yang dialami Rasulullah adalah mimpi yang wajar.
Setiap kali Rasulullah memimpikan sesuatu, pasti akan menjadi kenyataan. Rasulullah mulai suka menyendiri dan memilih Gua Hira sebagai tempat menyepi. Di sana, Rasulullah beribadah sepanjang malam. Rasulullah pulang hanya untuk mengambil bekal lalu pergi lagi mendatangi Gua Hira. Sampai suatu saat, Rasulullah didatangi malaikat yang mengatakan “Bacalah!”
Rasulullah menjawab “Aku tidak bisa membaca.” Rasulullah menuturkan “Dia (Malaikat Jibril) meraihku dan mendekapku hingga aku merasa payah lalu melepaskanku dan berkata ‘Bacalah.’ Aku menjawabnya lagi ‘Aku tidak bisa membaca.’ Kemudia dia meraihku dan mendekapku untuk ektiga kalinya, melepaskanku, dan berkata ‘Bacalah dengan menyebut Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah, yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” Setelah itu, Rasulullah pulang dengan hati yang kacau. Dia langsung menemui istrinya Khadijah dan berkata, "Selimuti aku. Selimuti aku." Maka Khadijah menyelimuti Rasulullah hingga kegelisahannya mereda.
Rasulullah memberi tahu Khadijah tentang kejadian itu dan mengatakan "Aku sungguh mengkhawatirkan diriku."
Khadijah menjawabnya, “Sama sekali tidak. Demi Allah, selamanya Allah tidak akan menghinakanmu. Engkau selalu menjalin kekerabatan, memikul beban, menolong orang yang tidak punya, memuliakan tamu, dan membantu pihak yang benar.”
Selanjutnya, Khadijah mengantarkan Rasulullah ke sepupunya Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul bin Uzza yang merupakan penganut Nasrani. Khadijah mengatakan, “Wahai sepupuku, dengarlah cerita anak saudaramu ini.” Waraqah pun bertanya kepada Rasulullah, “Wahai anak saudaraku, apa yang kau lihat?” Maka Rasulullah menceritakan apa yang beliau lihat.
Menanggapi itu, Waraqah mengatakan, “Itu adalah an-namus yang berarti wahyu yang turun kepada Musa. Seandainya aku masih muda dan kuat dan andai saja aku masih hidup ketika kaummu mengusirmu.”
Kemudian Rasulullah bertanya, “Apakah mereka akan mengusirku?” Dia menjawab “Ya. Setiap kali seseorang membawa apa yang kau bawa, pastilah dia dimusuhi. Apabila masamu itu kualami, niscaya aku akan menolongmu sekuat tenaga.”
Tak lama setelah itu, Waraqah meninggal dunia lantara usianya sudah terlalu tua. Sementara itu, wahyu tidak turun dalam waktu lama.
Dalam jarak waktu antara wahyu pertama dan kedua, para ulama berbeda pendapat. Ada yang mengemukakan tiga tahun dan ada yang mengatakan kurang dari tiga tahun.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah yang bercerita tentang masa tidak turunnya wahyu itu. Dia mengatakan Rasulullah bersabda, “Ketika berjalan, tiba-tiba aku mendengar suara dari langit. Maka aku melihat ke atas. Ternyata itu adalah malaikat yang pernah datang menemuiku di gua.
Dia duduk di atas kursi antara langit dan bumi. Aku merasa takut terhadapnya sehingga aku bergegas pulang. Aku berkata ‘Selimuti aku. Selimuti aku.’ Lantas Allah Azza wa Jalla menurunkan firman ‘Hai orang yang berselimut,’ hingga firman-Nya. ‘dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah.’ Sejak itu, wahyu diturunkan secara sambung-menyambung.”