REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sebagian umat Islam rutin merayakan Maulid Nabi Muhammd SAW. Tahun ini peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW jatuh pada 19 Oktober 2021.
Ustadz Isnan Ansory Lc dalam buku Pro Kontra Maulid Nabi: Mencari Titik Kesepahaman terbitan Rumah Fiqih Publishing menerangkan cara menyikapi perbedaan pendapat dan pengertian Maulid Nabi Muhammad SAW.
Dalam bukunya, Ustadz Ansory menyampaikan, setiap kali memasuki bulan Rabi’ul Awwal yakni bulan ketiga dalam kalender Hijriyah pada setiap tahunnya, perdebatan tentang hukum memperingati kelahiran (maulid, milad, maulud) Nabi Muhammad SAW seakan tidak henti-hentinya, terus menerus berulang.
Menurutnya, jika setiap pihak yang berbeda dan berkonfrontasi, mau untuk memahami argumentasi pihak yang lain, perdebatan seperti ini sebenarnya bisa saja dapat selesai dengan sendirinya. Dalam arti, masing-masing pihak akan bisa menyikapi dengan lapang dada pendapat yang berbeda dengan yang ia pilih.
"Dan hal tersebut bisa dilakukan jika terdapat sikap tafahum (saling memahami) pada argumentasi masing-masing," kata Ustadz Ansory dalam bukunya.
Ia berharap, mereka yang memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, tidak akan menyudutkan dan menuduh kepada pihak yang tidak melakukannya dengan tuduhan tidak mencintai Nabi Muhammad SAW.
Sebaliknya, pihak yang tidak memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW juga diharapkan menahan lisannya. Agar jangan menuduh ahli bidah kepada pihak yang memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.
Pengertian Maulid Nabi Muhammad SAW
Ustadz Ansory menerangkan, untuk mendapatkan suatu hukum yang proporsional dan komprehensif, maka istilah Maulid Nabi Muhammad SAW mesti dipahami secara proporsional dan komprehensif pula. Sebab, penghukuman atas masalah tertentu, merupakan bagian dari gambaran yang objektif dan komprehensif dari masalah tersebut.
"Dalam mendefinisikan istilah Maulid Nabi Muhammad SAW, sengaja memilih definisi pihak yang mengamalkannya. Sebab, tentunya yang lebih memahami persoalan adalah pihak yang melaksanakan kegiatan tersebut. Agar tidak terjadi kesalahpahaman antara pihak yang melakukannya dan pihak yang menolaknya," kata Ustadz Ansory.
Ia mengatakan, pepatah Arab mengatakan bahwa ahli Makkah lebih paham seluk beluk lembahnya (ahlu Makkah adro bi syi’abiha), dalam arti yang paling memahami apa itu peringatan Maulid Nabi, tentu para pengamalnya.
Syekh As-Sayyid Zain Aal Sumaith, dalam karyanya Masail Katsuro Haulaha an-Niqosy wa al-Jidal, mendefinisikan Maulid Nabi Muhammad SAW seperti ini.
"Memperingati hari kelahiran Rasulullah SAW dengan menyebut-nyebut kisah hidupnya, dan setiap tanda-tanda kemulian dan mukjizat sang Nabi dalam rangka mengagungkan kedudukannya, dan menampakkan kegembiraan atas kelahirannya."
Ustadz Ansory menerangkan, dari definisi ini dapat dipahami bahwa kegiatan yang dilakukan pada momen hari kelahiran Nabi Muhammad SAW berwujud amalan-amalan ibadah yang bersifat mutlak. Seperti melakukan pembacaan dan pengkajian tentang sirah Rasulullah SAW melalui pembacaan syair-syair yang tertulis dalam kitab-kitab Maulid seperti al-Barzanzi, Simtu ad-Duror, ad-Diba’, Maulid Syaraf al-Anam, dan semisalnya, ataupun melakukan kegiatan tertentu yang dikategorikan ibadah mutlak seperti membaca shalawat, membaca Alquran, bersedekah, dan lain-lain. Tujuan dalam melaksanakannya adalah dalam rangka menampakkan kegembiraan atas kelahiran sang Nabi Muhammad SAW yang mulia.