REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Belakangan ini isu seks anal menjadi perbincangan publik terutama di sosial media. Sebuah penyimpangan perilaku seks yang telah disebutkan di banyak penelitian tentang bahayanya untuk kesehatan.
Tapi bagaimana hukumnya dalam Islam? bukankah istri dan suami diumpamakan seperti ladang yang boleh didatangi di bagian manapun?
Dalam buku Ensiklopedi Fiqih Wanita, Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim menjelaskan, seorang suami memang dibolehkan untuk menggauli istrinya dari arah mana saja yang dia inginkan. Namun, yang dibolehkan untuk digauli hanya dari kemaluan saja.
Menurutnya, dalam suatu riwayat disebutkan, Ibnu Al Mukandar penah mengatakan bahwa dia mendengar sahabat Jabir bin Abdullah RA berkata:
عن ابن المنكدر، سمع جابر بن عبد الله يقول: كانت اليهود تقول في الذي يأتي امرأته من دبرها في قبلها: إن الولد يكون أحول
“Sesungguhnya orang-orang Yahudi berkata kepada kaum Muslimin, ‘Barangsiapa mendatangi istrinya dari arah belakang, maka anaknya akan lahir dalam keadaan juling, lalu Allah SWT menurunkan firman-Nya (Al-Baqarah: 223):
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّىٰ شِئْتُمْ “Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.” Kemudian Rasulullah SAW bersabda:
كيف شئتم من بين يديها ومن خلفها في الفرج “Dari depan atau belakang, yang penting ke kemaluan.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain meskipun sanadnya dhaif, dijelaskan bahwa seorang suami dibolehkan untuk mencumbui seluruh tubuh istri kecuali dubur atau anus. Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
إِنَّ اللهَ تعالى لا يستَحِي مِنَ الحقِّ ؛ لا تأتوا النساءَ مِنْ أدبارِهِنَّ “Sesungguhnya Allah tidak malu terhadap sebuah kebenaran, maka janganlah kalian mendatangi istri-istri kalian pada dubur mereka.” (HR Ahmad). Diriwayatkan juga dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
لا ينظرُ اللهُ عزَّ وجلَّ إلى رجُلٍ أتى رجُلًا أو امرأةً في دُبُرِهَا “Pada hari kiamat Allah tidak akan memandang seorang laki-laki yang mendatangi (menjima) laki-laki atau yang mencampuri seorang wanita pada duburnya.”(HR Ibnu Abi Syaibah).