Senin 13 Sep 2021 15:37 WIB

Penjelasan Ulama Soal Hukum Bermain Game Online

Game online banyak digemari masyarakat.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Penjelasan Ulama Soal Hukum Bermain <em>Game Online</em>. Foto: Ustadz Ahmad Sarwat
Foto: Dok Istimewa
Penjelasan Ulama Soal Hukum Bermain Game Online. Foto: Ustadz Ahmad Sarwat

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Di era digital ini, game online banyak digemari oleh masyarakat Indonesia, baik tua atau muda sekalipun. Karena, game online mempunyai daya tarik tersendiri dan dapat menghilangkan kejenuhan. Apalagi, game online sekarang ini bisa dimainkan secara bersama atau main bareng (mabar).

Pendiri Rumah Fikih Indonesia (RFI), Ustadz Ahmad Sarwat menjelaskan, dalam pandangan syariat Islam bermain game online pada dasarnya hukumnya mubah atau boleh. Hanya saja kebolehan dalam hukum bermain game tersebut bisa berkonsekuensi pada hukum makruh, dan bahkan haram.

Baca Juga

“Bermain game sebagai selingan atau hiburan tentu tidak menjadi masalah, tapi bisa saja nanti bermain game ini dalam konteks dan kasus tertentu bisa berubah hukumnya menjadi makruh, bahkan bisa menjadi haram,” ujar Ustadz Sarwat kepada Republika, Senin (13/9).

Menurut dia, game online hukumnya menjadi makruh jika permainan tersebut justru membuat orang yang memainkannya lupa waktu dan menyia-nyiakan waktu yang berharga. Misalnya, seharusnya waktunya digunakan untuk belajar malah bermain game. 

"Kalau gara-gara bermain game orang menjadi tidak pruduktif, waktunya harusnya dia belajar, harusnya dia kuliah, tapi malah jadi terbuang percuma untuk main game, maka ini menjadi makruh," ucapnya. 

Bahkan, menurut dia, hukum bermain game online bisa menjadi haram jika membuat orang tersebut justru melalaikan kewajibannya gara-gara bermain game, baik kewajiban yang bersifat duniawi maupun kewajiban ibadah. Misalnya, seorang suami yang seharusnya mencari nafkah, malah sibuk menghabiskan waktunya untuk bermain game. 

"Nah, ini bukan lagi makruh, tapi bisa jadi sampai kepada haram dengan dasar bahwa game ini menghalangi dia dari menjalankan kewajibannya, yaitu mencari nafkah," kata Ustadz Sarwat.

Alumnus Universitas Islam Imam Muhammad Ibnu Suud LIPIA Jakarta ini menjelaskan, orang yang meninggalkan kewajiban shalat gara-gara bermain game online juga menjadi haram hukumnya. Walaupun, kata dia, pada dasarnya bermain game online hukumnya mubah. 

"Sebenarnya bukan bermain gamenya sih, tapi meninggalkan sholatnya yang haram. Tapi, kalau gara-gara main game, berarti saat itu bermain game jadi haram," jelas Ustadz Sarwat. 

Dia menambahkan, di zaman sekarang ini ada banyak jenis game online, bahkan ada game online yang memuat unsur perjudian. Maka, kata dia, jika ada orang yang memainkan game judi tersebut hukumnya jelas menjadi haram. 

"Karena dia itu sudah masuk dalam kategori judi, game-game yang sifatnya perjudian, tentu dia menjadi tidak boleh karena ada unsur judinya di situ," ujarnya. 

Namun, menurut Ustadz Sarwat, untuk menentukan game yang memuat unsur perjudian harus dilakukan kajian yang mendalam lagi, termasuk game yang bedampak buruk bagi anak-anak karena adanya unsur kekerasan. 

"Jadi dampak secara psikologis dan edukatifnya nanti kita tanya kepada para ahlinya pakar pendidikan, sejauh mana dampak negatif anak-anak kecil itu," ucapnya. 

"Jadi, yang masuk kategori haram itu, yang meninggalkan kewajiban sama yang masuk kepada unsur perjudian, maka itu jadi haram," kata Ustadz Sarwat. 

"Tapi kita tidak bisa menggeneralisasi hukumnya game online itu, karena harus lihat kasusnya, dan harus lihat konteksnya dulu," imbuhnya.

Hal senada juga disampaikan Syekh Musthafa dalam kitabnya yang berjudul al-Fiqhul Manhaji. Menurut dia, apabila kegiatan bermain game dilakukan secara terus-menerus maka bisa menimbulkan hukum haram.

Hukum ini bisa terjadi apabila berdampak pada terbengkalainya kewajiban, tidak bermanfaat untuk agamanya, menjadikannya pemalas, menurunkan etos kerja, dan efek negatif lainnya.

“Di antara permainan ini adalah catur yang selalu menyibukkan hati dan menggerakkan akal pikiran. Tidak diragukan lagi bahwa catur tidak terlepas dari faedah bagi hati dan akal. Apabila seseorang disibukkan dengannya sampai melebihi kadar faedah itu, maka hukumnya makruh. Namun, apabila terlalu disibukkan, sehingga berdampak menggugurkan sebagian kewajiban, maka hukumnya kembali menjadi haram," tulis Syekh Musthafa dalam kitab al-Fiqhul Manhaji, 1992. 

Syekh Wahbah az-Zuhaili juga mempunyai pandangan yang sama dalam kitab Fatawa Mu’ashirah. Dia menjelaskan bahwa sesungguhnya kecanduan pada komputer sangat berbahaya bagi akal, melihatnya bisa melemahkan pancaindra (mata), sedangkan yang baik adalah yang sedang-sedang saja. 

"Dan apabila begadang di depan komputer sampai menyebabkan terbengkalainya shalat fardhu, seperti subuh dan yang lain, maka hukumnya haram," kata Syekh Wahbah az-Zuhaili. 

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement