REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Menurut Imam Al-Ghazali ada dua syarat untuk melakukan ibadah haji. Pertama Islam dan kedua dilaksanakan sesuai waktunya.
"Oleh karena itu, hajinya seorang anak kecil yang sudah mencapai tamyiz dan menjalankan ihram sendiri tetap dinilai sah," tulis Imam Al-Ghazali dalam karyanya Asrar Al-Haji.
Maka dari itu, jika tidak mampu menjalankan ihram sendiri kemudian walinya menjalankan Ihram untuknya, maka dia dan walinya harus melakukan rukun haji seperti thawaf, Sa'i, dan rukun-rukun lainnya. Dan ibadah Haji dilaksanakan pada bulan Syawal dan Dzuqadah dan 9 hari di bulan Dzulhijjah, sampai terbit fajar hari raya kurban.
Tentang syarat haji, Imam Ghazali menerangkan, ada dua kategori. Yakni orang yang wajib haji dan orang yang belum wajib haji. Di antara yang belum wajib haji, ada orang yang haji wajib gugur setelah dia melaksanakan haji dan masa-masa dia belum wajib haji dan ada pula haji yang wajib haji tidak gugur kendati dia sudah melaksanakan haji.
Dan di antara orang yang wajib haji tidak gugur, ada orang yang pelaksanaan hajinya sah dan ada pula yang tidak sah. Orang yang pelaksanaan hajinya tidak sah ada kala ada orang yang memang sudah sah beribadah hajinya.
"Adakala juga orang yang memang belum sah beribadah Hajinya," katanya.
Oleh karena itu setidaknya ada empat ketentuan kemutlakan keabsahan ibadah haji, kebahasaan haji yang dilakukan secara mandiri tanpa diwakilkan, haji yang terhitung sebagai Haji wajib kewajiban melaksanakan haji wajib biasanya sekali. Ketentuan-ketentuan itu memiliki syarat-syaratnya masing-masing.
Imam Ghazali mengatakan jika orang kafir melaksanakan haji maka hajinya tidak sah. Begitu pula jika dia melaksanakan puasa, salat dan ibadah lainnya.
Menurut Imam Ghazali ada satu syarat tambahan agar Haji menjadi saya itu tamyiz. Tidak sah apabila orang gila dan anak kecil yang belum tamyiz melaksanakan Haji sebagaimana dalam ibadah-ibadah lainnya.
Berbeda dengan Abu Hanifah yang tidak memperbolehkannya. Dia tidak mensyaratkan harus merdeka. Oleh karena itu tetap sah haji nya seorang budak yang mampu melaksanakan manasik hajinya sendiri seperti di dalam ibadah-ibadah lainnya.
Dalam kitab al-Mabsut dikatakan bahwa seumpama anak kecil yang sudah berakal ihram sendiri atau diharamkan ayahnya, maka dia sudah menjadi muhrim. Hendaknya dia melepas baju dan pakaian dan menggantinya dengan sarung dan selendang.