Rabu 01 Sep 2021 14:07 WIB

Alasan Kota Beita Sulit Ditembus Pasukan Israel

Penduduk Beita di Tepi Barat tak takut meski terus mengalami penderitaan.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Ani Nursalikah
Alasan Kota Beita Sulit Ditembus Pasukan Israel. Seorang pria Palestina membawa seorang anak laki-laki menjauh dari tabung gas air mata yang ditembakkan oleh tentara Israel selama protes terhadap pos terdepan pemukiman Yahudi Tepi Barat Eviatar yang dengan cepat didirikan bulan sebelumnya, di desa Palestina Beita, dekat kota Nablus, Tepi Barat, Jumat, 25 Juni 2021.
Foto:

Bertemu dengan peluru

Alaa, putri sulung Imad, mengaku bercita-cita menjadi petugas ambulans agar bisa mencegah kematian orang, seperti kematian ayahnya. “Setiap hari, saya berpikir bertanya kepada ibu saya kapan ayah kami akan pulang kerja, tetapi kemudian saya ingat bahwa dia sudah meninggal dan dia tidak akan pernah kembali,” kata Alaa kepada Middle East Eye (MEE). 

“Itu sangat sulit. Aku merindukannya setiap hari,” tambahnya.

Seperti kebanyakan pemuda di Beita, Imad pergi ke Jabal Sbeih setiap Jumat untuk berpartisipasi dalam kegiatan rakyat yang damai mempertahankan tanah mereka dari pengambilalihan oleh pemukim. 'Kemanapun saya melihat, saya melihat Imad. Saya tidak bisa berhenti menunggu dia kembali, meskipun saya mengucapkan selamat tinggal padanya dan saya tahu bahwa dia sudah meninggal,” kata saudaranya Bilal.

Imad terkena peluru langsung ke dada, dan dia langsung meninggal. “Imad berpartisipasi, seperti orang lain, dalam kegiatan damai dan bukan dalam perang. Tidak ada pembenaran bagi penembak jitu Israel untuk menembakkan peluru tajam,” tambahnya.

Baca juga : Margarito Sebut Lili Pintauli tak Bisa Dilaporkan Polisi

Sejak pembunuhannya, ibu Imad, Fathiya (77 tahun), tidak bisa lagi tidur sepanjang malam. Terkadang dia berhasil tidur beberapa jam, sebelum bangun dan duduk di pintu depan menunggu Imad yang tidak mungkin kembali.

"Kemanapun saya melihat, saya melihat Imad. Saya tidak bisa berhenti menunggu dia kembali, meskipun saya mengucapkan selamat tinggal padanya dan saya tahu dia sudah mati. Kami hidup dalam penderitaan yang berlangsung selamanya,” katanya kepada MEE, sambil menggendong putra Imad yang berusia tiga bulan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement