Rabu 01 Sep 2021 08:24 WIB

Benarkah Adzan di Indonesia tidak Ikut Mazhab Imam Syafii?

Ada banyak pendapat dari Mazhab Syafii terkait dengan adzan.

Oleh : Ustadz Yendri Junaidi Lc MA, dosen STIT Diniyyah Puteri Padang Panjang, alumni Al-Azhar Mesir

Para ulama yang datang setelah imam-imam pendiri mazhab, sebenarnya bisa saja membuat mazhab baru, karena banyak dari mereka yang sampai ke derjat mujtahid. 

Tapi mereka menemukan bahwa ushul yang akan mereka pakai tidak banyak berbeda dengan ushul yang telah dibangun secara kokoh oleh para pendiri mazhab. Kalau demikian, hasrat untuk mendirikan mazhab sendiri sementara pondasi dan akarnya sama dengan mazhab sebelumnya, tentu bisa menjadi nafsu dan syahwat ingin dikenal dan dikenang.  

Perhatikan Mazhab Hanafiyyah. Meskipun antara Abu Yusuf dan Muhammad bin Al Hasan dengan guru mereka sendiri Imam Abu Hanifah sang pendiri mazhab terdapat banyak perbedaan, tapi mereka tetap menisbahkan diri pada mazhab imam dan gurunya. Tidak pernah kita mendengar ada mazhab Yusufiyyah atau Hasaniyyah.  

Namun demikian, bernaungnya mereka di bawah panji mazhab sang guru tidak menghalangi mereka untuk berbeda dengan sang guru dalam banyak masalah. Mengapa? Karena memang bermazhab itu tidak berarti fanatik dan harus sama seratus persen.   

Kembali ke masalah adzan. Imam Syafii memang lebih memilih adzan Abu Mahdzurah yang jumlah kalimatnya 19. Tapi ini tidak berarti orang yang menggunakan adzan Bilal yang jumlah kalimatnya 15 tidak lagi mengikuti Mazhab Syafiiyyah. Mengapa? Karena memang tarji’ itu sendiri dalam Mazhab Syafiiyyah hanyalah sunnah, bukan wajib. 

Imam Nawawi, salah seorang rujukan utama dalam mazhab Syafiiyyah menulis : 

وَهَذَا التَّرْجِيعُ سُنَّةٌ عَلَى الْمَذْهَبِ الصَّحِيحِ الَّذِي قَالَهُ الْأَكْثَرُونَ فَلَوْ تَرَكَهُ سَهْوًا أَوْ عَمْدًا صَحَّ أَذَانُهُ وَفَاتُهُ الْفَضِيلَةُ المجموع شرح المهذب 3/91 

“Tarji’ ini hukumnya sunnah menurut pendapat yang sahih yang disampaikan banyak ulama. Kalau seorang (muazin) meninggalkannya karena lupa atau sengaja, adzannya tetap sah meski memang ia kehilangan fadhilah.” 

Apakah Imam Nawawi tidak tahu kalau pendapat Imam Syafii dalam masalah ini cukup ‘keras’? Menurut Imam Syafii, kalau tarji’ ditinggalkan maka adzan tidak sah. 

Imam Nawawi tentu tahu hal itu. Tapi Imam Nawawi bermazhab tidak seperti yang dipersepsikan sebagian orang; jumud dengan pendapat pendiri mazhab lalu mengabaikan dalil dan argumentasi yang boleh jadi lebih kuat. Setelah menjelaskan hukum tarji’ diatas, Imam Nawawi menulis : 

 قَالَ الْقَاضِي حُسَيْنٌ نَقَلَ أَحْمَدُ الْبَيْهَقِيُّ الامام عن الشَّافِعِيِّ أَنَّهُ إنْ تَرَكَ التَّرْجِيعَ لَا يَصِحُّ أَذَانُهُ     

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement