REPUBLIKA.CO.ID, – Akademi Penelitian Islam Al-Azhar (AIRA) Mesir mendapat pertanyaan soal bagaimana jika suami-istri terlanjur bersetubuh karena ternyata istri masih belum suci dari haid.
Atas pertanyaan ini, Majelis Fatwa menyampaikan penjelasan. Para sahabat Rasulullah SAW pernah bertanya soal haid. Hingga kemudian turun surat Al Baqarah ayat 222. Allah SWT berfirman:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
"Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, "Itu adalah sesuatu yang kotor." Karena itu jauhilah istri pada waktu haid dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang taubat dan menyukai orang yang menyucikan diri."
Majelis tersebut menjelaskan, keluar dan berhentinya darah haid itu tidak didasarkan pada dugaan yang berlebihan. Tetapi, ada tanda, ciri, dan indikasi keluar dan berhentinya haid yang diketahui perempuan. Tanda telah sucinya perempuan dari haid adalah keluarnya cairan putih kental atau keputihan
Karena itu, Majelis Fatwa dalam penjabarannya menekankan, tidak boleh melakukan persetubuhan sampai ada kepastian bahwa darah haid itu telah berhenti. Ketika darah haid sudah berhenti, maka barulah bersuci dengan air alias mandi.
Lantas, jika pasangan suami-istri sudah terlanjur bersenggama, maka keduanya harus bertaubat meminta ampun kepada Allah SWT. Sebab, syariat Islam melarang hubungan seksual dengan istri yang sedang dalam menstruasi. Larangan tersebut telah menjadi kesepakatan umat Islam berdasarkan nash Alquran dan sunnah. Karena itu, tidak boleh bersetubuh dengan istri yang sedang haid dan nifas sampai sudah dalam keadaan suci.
Sumber: masrawy