Rabu 25 Aug 2021 20:26 WIB

PPRA 62: Tempe dan Rempah Bisa Gerakkan Pemulihan Ekonomi

PPRA 62 Lemhanas yakin pemulihan ekonomi nasional juga butuh modal sosial dan budaya

 PPRA 62 Lemhannas RI menggelar Focus Group Discussion (FGD) road to Seminar Nasional Lemhannas RI secara daring (virtual) di Kantor Lemhannas RI, Kamis (22/7). Kegiatan ini merupakan FGD penutup untuk menyongsong penyelenggaraan Seminar Nasional Program Pendidikan Reguler Angkatan PPRA LXII Lemhannas pada 25 Agustus, mendatang.
Foto: Lemhannas RI
PPRA 62 Lemhannas RI menggelar Focus Group Discussion (FGD) road to Seminar Nasional Lemhannas RI secara daring (virtual) di Kantor Lemhannas RI, Kamis (22/7). Kegiatan ini merupakan FGD penutup untuk menyongsong penyelenggaraan Seminar Nasional Program Pendidikan Reguler Angkatan PPRA LXII Lemhannas pada 25 Agustus, mendatang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil modal budaya dari industri kreatif, produk kuliner, serta hasil pertanian seperti tempe, kelapa dan rempah-rempah dapat gerakkan pemulihan ekonomi nasional yang menurun akibat pandemi Covid-19. 

“Hal ini dapat dilakukan apabila modal sosial budaya dapat dikomodifikasi dan ditransformasi menjadi modal ekonomi, serta dapat diproduksi secara masal dan digunakan secara luas oleh masyarakat guna mengerakkan perekonomian dalam rangka membantu pemulihan perekonomian nasional,” kata Ketua Tim Perumus Masrura Ram Idjal, perwakilan Peserta PPRA 62 Lemhannas RI.

Hal ini disampaikan dalam Seminar Nasional “Modal Sosial dan Budaya: Menggali Kekuatan Sosial Budaya untuk Mendorong Upaya Pemulihan Ekonomi Nasional” secara daring Rabu (25/8). 

Sebagai pendorong pemulihan ekonomi nasional, sektor makanan dan minuman diyakini akan menjadi primadona, terutama pada sektor industri pariwisata yang mengembangkan wisata kuliner. Industri kecil dan menengah (IKM) pada sektor makanan minuman pun menjadi penyumbang terbesar PDB bila dibandingkan dengan perusahaan besar.  Tenaga kerja yang diserap pun mencapai 42,5 persen dari total jumlah pekerja di semua sektor IKM. 

“Aneka pangan kita telah banyak dikenal di seluruh penjuru dunia. Rendang, tempe, tahu, gudeg, sate, bakso dan nasi goreng, adalah sederetan sebagian kecil dari masakan khas Indonesia yang telah dikenal di dunia,” lanjut Masrura. 

Indonesia dengan keberagaman adat, suku dan budaya memiliki keanekaragaman  kuliner sesuai daerahnya masing-masing. Jika ini dikemas dengan baik dan didukung ilmu pengetahuan serta teknologi, akan menjadikan Indonesia sebagai destinasi kuliner terbesar di dunia. Untuk itu, perlu juga membangun literasi digital bagi pelaku UMKM untuk menopang pertumbuhan ekonomi nasional di sektor kuliner.

Saat pembukaan seminar, Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menyampaikan bahwa modal sosial dan budaya perlu dimaksimalkan untuk atasi krisis.  “Penggunaan modal sosial dan budaya dapat mendorong pemulihan bangsa akibat krisis dan terciptanya tatanan kebiasaan baru,” kata Gubernur Lemhannas RI, Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo . 

Seminar yang diselenggarakan secara daring ini menjadi salah satu indikator dari kemampuan para peserta PPRA 62 dalam menyerap dan memahami berbagai materi selama mengikuti pendidikan di Lemhannas RI. “Melalui seminar ini pula, para peserta dapat menuangkan ilmu pengetahuannya untuk menyusun hasil seminar yang strategis dengan menggunakan kemampuan berpikir secara komprehensif, integral, holistik dan sistemik,” lanjut Agus Widjojo.

Dalam kondisi perekonomian Indonesia saat ini, perlu adanya upaya pemulihan ekonomi nasional dengan mendayagunakan kekuatan modal sosial dan budaya yang telah berkembang di masyarakat dan perlu digali dan ditransformasikan ke dalam pengembangan institusional, ekonomi dan human capital.

Kekuatan modal sosial dan budaya ini, pada dasarnya telah ada sejak lama, dan menjadi sebuah kekuatan bagi masyarakat di berbagai daerah untuk bertahan dalam menghadapi berbagai tantangan termasuk dalam kondisi pandemi Covid-19 seperti saat ini.

Modal sosial yang terdiri dari etika sosial, lembaga sosial dan etika lingkungan termasuk kearifan lokal dan etos sosial atau karakter, sikap, sifat dan watak sosial yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat, akan mampu menjadi kekuatan kolektif untuk membantu memulihkan aktivitas ekonomi dan sosial secara optimal dengan memanfaatkan kesadaran masyarakat.

Dapat dicermati bahwa modal sosial seperti peran dari perangkat komunitas lokal memiliki posisi yang penting dalam kondisi sosial ekonomi saat ini. “Selain peran dari perangkat komunitas lokal maupun pemerintah untuk membangun kesadaran saling gotong royong dalam menghadapi suatu kendala bencana, kepemimpinan lokal dalam membangun tatanan kebiasaan baru menjadi sangat penting dalam aktivitas sosial ekonomi saat ini,” ujar Agus.

Seminar Nasional ini dibuka oleh Gubernur Lemhannas RI, Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo, juga menghadirkan Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi RI, Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan, M.P.A. sebagai keynote speaker.

Selain itu,  Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Dr. H. Sandiaga Salahuddin Uno, B.B.A., M.B.A., Ketua Komisi X DPR RI H. Syariful Huda sebagai narasumber. Guru Besar Ekonomi SDA dan Lingkungan IPB Prof. Dr. Akhmad Fauzi, M.Sc., Ketua HIPPI Dr. Suryani Motik, Duta Besar RI untuk Belanda Mayerfas, CEO Platform Digital TANIHub Pamitra Wineka sebagai pembahas.

Unit Head Herbal Marthaa Tilaar Group Prof. Dr. Ir. Bernard T. Widjaja, M.M., CSCA, Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, MSc., Rektor AMIKOM Yogyakarta Prof. Dr. M. Suyanto, M.M sebagai Penanggap. 

Seminar nasional ini juga dihadiri oleh Wakil Gubernur Lemhannas RI Marsdya TNI Wieko Syofyan, Deputi Pendidikan Pimpinan Tingkat Nasional Lemhannas RI Mayjen TNI Sugeng Santoso, S.I.P., dan perwakilan pejabat Lemhannas RI dan undangan dari kementerian/lembaga secara daring.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement