REPUBLIKA.CO.ID, – Uwaimir bin Malik Al Khazraji atau lebih dikenal dengan panggilan Abu Darda merupakan seorang pedagang dan ulama zuhud yang hidup di zaman Nabi Muhamma SAW. Dia bersahabat dengan Khalifah Umar bin Khattab.
Dalam buku “Abu Darda: Pedagang dan Ulama Besar“ Fajar Dinar menceritakan, Khalifah Umar bin Khattab pernah mengunjungi rumah Abu Darda di Syam. Umar mendatanginya untuk mengetahui kondisi kehidupan Abu Darda di daerah tersebut.
Setelah sampai, ternyata rumah Abu Darda tidak dikunci. Kemudian Khalifah Umar masuk dan keadaan di dalam sangat gelap. Mendengar suara Umar, Abu Darda bangkit dan menyahut salam tamunya.
Umar pun merasa terharu dan prihatin menyaksikan keadaan sahabatnya itu. Namun, ia menyadari bahwa Abu Darda hidup dalam kezuhudannya. Ia telah hampir sepenuhnya meninggalkan dunia dan kemewahan hidup.
Mereka pun terlibat dalam pembicaraan yang serius. Mereka bebricang tentang persoalan agama, tata negara, dan sebagainya. Banyak yang ditanyakan Umar kepada Abu Darda, yang ilmunya bagaikan air di dalam samudera yang luas.
Karena keadaan di dalam rumah gelap, keduanya tak bisa melihat permukaannya. Hanya suara mereka yang terdengar. Dalam keadaan itu, Umar pun penasaran dan kemudian meraba alas duduk Abu Darda.
Kiranya hanya pelana kuda yang keras. Diraba pula kasus tempat Abu Darda tidur, yang kiranya isi Kasur tersebut hanya pasir belaka.
Selain itu, Umar juga meraba selimut sahabatnya itu, dan ternyata hanya terbuat dari bahan-bahan tipis yang tak mencukupi untuk dipakai di musim dingin. Umar pun menarik nafas karena kagum terhadap kehidupan Abu Darda. Ia benar-benar Muslim saleh yang sudah tak membutuhkan dunia ini.
“Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada Anda. Maukah Anda saya bantu? Maukah Anda saya kirimi sesuatu untuk melapangkan kehidupan Anda?” kata Umar.
Abu Darda kemudian tersenyum sambil menjawab, “Ingatkah Anda Umar sebuah hadits yang disampaikan Rasulullah kepada kita?
“Hadits apa?”tanya Umar
Abu Darda menjawab, "Bukankah Rasulullah telah bersabda, “Hendaklah puncak salah seorang kamu tentang dunia, seperti perbekalan seorang pengendara (yaitu secukupnya dan seadanya).”
“Ya, saya ingat,”kata Umar.
“Nah, apa kini yang telah kita perbuat sepeninggal beliau?” tanya Abu Darda kepada Umar yang tengah menundukkan kepalanya.
Ucapan Abu Darda benar-benar sangat menyentuh hati Umar. Terbayang kembali bagaimana kehidupan Rasulullah SAW pada saat beliau masih hidup di tengah kaum Muslimin. Kemiskinan hidupnya hampir tak ada yang menyamainya. Semua tindakan Nabi terbayang kembali dengan jelas di pelupuk matanya.
Akhirnya Umar tak kuasa lagi menahan gejolak jiwanya malam itu. Ia menangis tersedu-sedu diikuti Abu Darda.
Maka, kedua sahabat tersebut menangis penuh kesedihan. Jiwanya hancur luluh tak terkirakan lagi. Semakin teringat kepada Rasulullah, makin pedih hatinya. Keduanya menangis sampai subuh. Dunia yang mereka pijak bagaikan tak terasa lagi.