REPUBLIKA.CO.ID, – Tolok ukur keberhasilan iblis saat menggoda manusia bergantung pada peluang yang dimilikinya. Peluang ini bergantung pada tingkat kewaspadaan dan kelalaian manusia yang digodanya.
Dikutip dari buku Talbis Iblis karya Ibnul Jauzi dengan pentahqiq Syekh Ali Hasan A Halabi, Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Hasan Al Bashri rahimahullah, "Apakah Iblis itu tidur?" Mendengar pertanyaan itu, Hasan menjawab, "Seandainya dia tidur, niscaya kita bisa istirahat."
Ketahuilah, hati ibarat benteng yang dikelilingi pagar, dan di pagar itu ada beberapa pintu gerbang dan sejumlah celah. Benteng ini dihuni akal, serta sering dikunjungi para malaikat.
Di samping benteng terdapat sebuah tempat persinggahan (rabadh) yang dihuni hawa nafsu. Dan, para setan biasa mondar-mandir ke tempat persinggahan tersebut, tanpa ada penghalang sedikit pun.
Di antara penghuni benteng tersebut dan penduduk tempat persinggahan telah terjadi peperangan yang terus berkecamuk. Oleh karena itulah, setan-setan pun terus mengelilingi benteng tersebut, sambil mencari-cari kelalaian penjaganya atau menunggu kesempatan untuk bisa masuk melalui celah yang ada.
Benteng itu diterangi dengan dzikir dan disinari dengan keimanan. Di benteng ini terdapat cermin mengkilap, yang memantulkan apa pun yang melintas di hadapannya.
Yang pertama kali dilakukan setan di tempat persinggahannya adalah menciptakan asap sebanyak mungkin supaya dinding benteng tersebut menghitam serta memburamkan cermin. Namun asap ini bisa diusir dengan kesempurnaan pikiran, dan cermin kotor bisa dikilapkan kembali dengan dzikir.
Pihak musuh tidak henti-hentinya mengintai benteng hati ini. Terkadang mereka melakukan serangan dan berhasil memasukinya, akan tetapi sang penjaga kemudian sukses menghalau mereka sehingga mereka pun keluar, terusir lagi. Namun terkadang mereka berhasil masuk dan merusak apa yang ada dalam benteng.
Bahkan terkadang mereka tinggal di dalamnya, semata-mata karena kelalaian sang penjaga. Adakalanya angin yang seharusnya dapat menghalau asap itu tidak berhembus, sehingga asap itu pun begitu banyak hingga menjadikan benteng hitam dan cermin pun buram. Akibatnya, tatkala syaitan lewat di hadapannya, tidak ada penjaga yang mengetahuinya.
Terkadang sang penjaga terluka karena kelalaiannya, hingga dia pun ditawan serta diperbudak pihak musuh. Bahkan kadang-kadang dia ditugaskan mencari-cari alasan pembenaran untuk mengikuti dan membantu hawa nafsu. Maka tidak heran jika kadang dia tampil bak seorang pakar keburukan.
Seorang ulama salaf berkata, "Aku pernah melihat setan, dan dia berkata padaku: 'Dulu aku menemui manusia untuk mengajari mereka. tetapi sekarang, aku menemui mereka untuk belajar dari mereka.”
Terkadang setan menyerang orang yang pandai dan cerdas dengan cara menggandeng si pengantin hawa nafsu yang telah didandaninya. Akibatnya, orang cerdas itu pun sibuk melihat serta memperhatikannya sehingga akhirnya setan berhasil menawannya.
Tali yang terkuat untuk mengikat tawanan adalah tali kebodohan, yang sedang adalah tali hawa nafsu, serta yang terlemah adalah tali kelalaian. Namun, selama baju besi keimanan masih membungkus diri orang mukmin, maka anak panah musuh niscaya tidak akan pernah dapat membunuhnya.
Al Hasan bin Shalih rahimahullah berkata, "Sesungguhnya setan membuka 99 pintu kebaikan untuk dapat membuka satu pintu keburukan."
Al A’masy mengutarakan, "Seorang laki-laki menceritakan kepada kami bahwa ia pernah berbicara dengan bangsa jin. Jin-jin itu berkata, 'Tidak ada yang paling sulit untuk kami sesatkan melebihi orang yang mengikuti sunnah. Sedangkan para pengikut hawa nafsu (ahli bidah), kami benar-benar mampu mempermainkan mereka."