REPUBLIKA.CO.ID, — Perang Yarmuk merupakan salah satu pertempuran penting dalam sejarah dunia. Inilah tonggak awal dari gelombang besar pertama pembebasan Muslimin di luar Jazirah Arab. Dengan memenangkan pertempuran tersebut, Islam pun menyebar lebih pesat ke wilayah-wilayah bekas jajahan Bizantium di Asia Barat.
Perang ini terjadi pada Agustus 636 M. Lokasinya, lembah Yarmuk, yakni daerah aliran sungai di Yordania timur. Dalam Al-Bidayah wa An-Nihayah karangan Ibnu Katsir, disebutkan, jumlah pasukan Muslimin sebanyak 24 ribu orang dalam Perang Yarmuk.
Adapun pasukan Bizantium mencapai 120 ribu orang. Sumber lain menyebutkan, jumlah pasukan Islam berkisar 30 ribu hingga 40 ribu orang. Sementara, Bizantium mengerahkan 240 ribu orang pasukan. Pemimpin pasukan Bizantium bernama Tazariq, yang merupakan saudara kaisar Heraklius.
Pasukan Bizantium terdiri atas banyak unsur, seperti orang Romawi, Arab-Kristen, dan Armenia. Tidak hanya di daratan, Tazariq pun menyiapkan armada di lepas pantai.
Saat pertempuran hendak dimulai, komandan Bizantium itu menyuruh para pendeta untuk membacakan ayat- ayat dari Injil demi memotivasi pasukan. Mendengarnya, Muadz bin Jabal yang turut dalam pasukan Muslim berdoa, “Ya Allah, goyahkanlah kaki mereka, dan tegarkanlah kami dengan kalimat takwa.”
Sementara itu, Khalid bin Walid telah tiba di Syam dengan membawa tentara tambahan dari Irak. Pergerakan Khalid ke Syam itu merupakan titah Khalifah Abu Bakar.
Ditambah pasukan setempat yang dipimpin Ikrimah bin Abi Jahal, maka total pasukan Muslimin mencapai sekira 40 ribu orang. Sebelum perang dimulai, kedua belah pihak membuka negosiasi. Dari kubu Bizantium, datang ultimatum. Namun, Muslimin tidak gentar sedikitpun.
Hari pertama adalah duel antarjagoan dari masing-masing pihak. Bahkan, seorang komandan prajurit Romawi, yakni Jarajah, lantas memeluk Islam. Ia segera bergabung dalam barisan Muslimin di perang ini. Pada hari kedua, pasukan Bizantium memukul mundur sayap kanan pasukan Muslimin. Tak lama kemudian, sisi kiri pasukan Islam pun dipukul mundur.
Khalid lalu mengirimkan pasukan kavaleri untuk mendukung sayap kanan dan lalu sayap kiri pasukan tersebut. Hingga hari ketiga, keadaan masih status quo, baik kubu Muslim maupun Bizantium mundur ke posisi masing-masing.
Barulah pada hari keempat, pertarungan hebat yang menentukan. Strategi Khalid yang semula tampak defensif mulai bekerja. Pasukan Romawi dibiarkan bergerak lebih dahulu. Saat kuda-kuda mereka melewati garis depan pasukan Muslim, Khalid menyuruh pasukannya tetap bertahan.
Akhirnya, pasukan musuh tiba di garis belakang pasukan Muslimin. Di sanalah, mereka akan disergap pasukan kavaleri. Penyergapan ini juga berakibat terpisahnya infanteri Romawi dengan kavalerinya. Alhasil, Muslimin dapat memenangkan pertempuran yang berlangsung total enam hari itu.