REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Umat Islam merayakan Idul Adha pada 10 Dzulhijah setiap tahunnya. Setelah itu, selama tiga hari berturut-turut, sunah berkurban masih bisa dilakukan pada 11, 12, 13 bulan yang sama. Ketiga hari itu lantas disebut dengan hari tasyrik.
Ketua Ikatan Dai Indonesia (Ikadi), Prof Ahmad Satori Ismail, di Jakarta, Senin (12/8), mengatakan hari tasyrik berasal dari kata syaraqa, berarti terbit yang dikonotasikan dan identik dengan sang surya. Selama tiga hari ini, konon pada awal masyarakat Arab Islam, mereka memotong-motong tipis daging hewan kurban untuk dijemur agar awet, biasanya dibuat dendeng.
"Bagi umat Islam seluruhnya hari tasyriq sebagai kesempatan untuk memberikan kepeduliannya kepada orang-orang miskin dan umat Islam lainnya untuk menyembelih kurban, sampai 13 Dzulhijah sore. Karena umat Islam sedang seluruhnya menampakkannya kepeduliannya," kata dia.
Karena diberi kesempatan untuk membagi-bagikan daging kurban kepada masayarakat miskin, maka selama tiga hari dari 11 Dzulhijah hingga 13 Dzulhijah, umat Islam dilarang berpuasa apapun, termasuk mengganti puasa wajib.
Selain itu, hari tasyrik merupakan hari umat Islam menyampaikan solidaritasnya kepada jamaah haji yang tengah melempar jumrah. Jamaah haji menginap di Mina pada malam 11 Dzulhijah, kemudian melempar jumrah di waktu siang 12 Dzulhijah, dan meninggalkan kawasan tersebut pada waktu siang 13 Zulhijjah.
"Melempar jumrah itu cukup berat, jadi diharapkan umat islam mengimbangi ibadah-ibadahnya orang-orang haji itu dengan ikut berkurban. Hakikatnya sama dengan sunnah puasa tanggal 9 Dzulhijah saat Hari Arafah, solidaritas," ujarnya.