Jumat 16 Jul 2021 14:21 WIB

5 Persoalan Hukum Qurban yang Penting untuk Diketahui

Ibadah qurban seperti halnya ibadah lainnya mempunyai syarat dan ketentuan syari

Ibadah qurban seperti halnya ibadah lainnya mempunyai syarat dan ketentuan syari. Ilustrasi sapi qurban.
Foto:

Oleh : KH Ahmad Rusdi, Dewan Pakar Persatuan Dosen Agama Islam Nusantara dan Pembina Alghanna Institute

3. Qurban untuk orang lain

Berqurban untuk orang lain bisa dua kondisi. Pertama, orang yang akan dihadiahkan atau diniatkan qurban untuknya masih hidup, maka boleh berqurban untuknya asalkan mendapat izin dari yang bersangkutan. 

Kedua, bila telah wafat, maka tidak boleh berniat qurban untuknya kecuali almarhum/almarhumah pernah berwasiat agar yang masih hidup berqurban untuknya. (Baca: Kifayatul Akhyar Juz 2, Maktab Imaratullah, hal 236). 

Lalu bagaimana bila kita ingin berqurban untuk yang sudah wafat bila dia tidak berwasiat? Solusinya dengan niat  berqurban untuk dirinya dan diikutsertakan pahalanya atau dihadiahkan pahalanya untuk orang yang telah wafat.  

Untuk masalah berqurban bagi yang sudah wafat memang ada perbedaan pendapat di antara para ulama. Pendapat Mazhab Syafii sebagaimana yang sudah diuraikan di atas.

Dalam pandangan Mazhab Maliki, hukumnya makruh bila si mayit tidak menetapkan hewan tertentu sebagai qurban sebelum wafatnya. Tapi bila ditetapkan sebelum ia wafat dan bukan dalam bentuk (qurban) nazar, disunnahkan bagi ahli warisnya merealisasikan qurban tersebut.  

Sementara Mazhab Hanafi dan Hanbali dibolehkan berqurban atas nama orang yang sudah wafat dan perlakuan daging qurbannya sama seperti qurban orang yang masih hidup dalam hal menyedekahkan dan memakannnya. (Baca: al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Syekh Wahbah al-Zuhailiy, juz 3, Dar al-Fikr, 2008, hal 631).   

4. Akikah atau qurban?

Yang perlu kita pahami, akikah dan qurban hukumnya sama-sama sunnah muakkadah. Terkait mana yang harus didahulukan, kita hendaknya bijak dengan melihat waktunya. Kapan kita akan akikah dan berqurban. 

Akikah sejatinya disunnahkan pelaksanaannya pada hari setelah anak dilahirkan dan sangat dianjurkan pada hari ketujuh. Anjuran akikah memang diperintahkan untuk orang tua si anak yang memiliki kelapangan rezeki. 

Dan akikah bisa dilakukan orang tua hingga anak tumbuh dewasa/balligh. Setelah si anak dewasa, akikah tidak lagi dibebankan kepada orang tua. Dalam kondisi seperti ini yang lebih bagus  adalah si anak melakukan akikah untuk dirinya sendiri. (Baca: Syekh Dr Musthofa al-Bugha, al-Fiqh al-Manhaji ‘ala al-Mazhab al-Imam al-Syafii, Juz 3, Dar al-‘Ulum al-Insaniyah, 1989, hal 6). 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement