Berkenaan dengan boleh tidaknya menggabungkan puasa sunnah ini dan qadha' Ramadhan yang wajib, ternyata masalah ini sudah jadi perbedaan sejak zaman sahabat Nabi. Ibnu Rajab al-Hanbali (w. 795 H) menuturkan: "Umar dan Ali berbeda pendapat tentang masalah qadha' puasa Ramadhan dilakukan pada 10 pertama bulan Dzulhijjah. Umar menganggapnya hari itu (10 pertama Dzulhijjah) adalah hari terbaik untuk beribadah, maka qadha' puasa Ramadhan pada tanggal itu termasuk waktu terbaik. Adapun Ali bin Abu Thalib melarangnya (puasa qadha Ramadhan dilakukan 10 pertama Dzulhijjah). Dari Imam Ahmad sendiri ada dua riwayat. Pendapat Ali bin Abu Thalib dilandasi dari alasan bahwa qadha' Ramadhan di bulan Dzulhijjah itu meninggalkan fadhilah puasa sunnahnya. Alasan ini pula yang diberikan oleh Imam Ahmad. Meski ada yang berkata juga bahwa fadhilah puasa sunnah tetap didapatkan (meski niat puasa qadha' Ramadhan)."
Niat Puasa Sunnah Arafah 9 Dzulhijjah
نَوَيْتُ صَوْمَ عَرَفَةَ سُنَّةً لِّلِه تَعَالَى
Artinya: “Saya niat puasa Arafah, sunnah karena Allah ta’ala.”
Namun, untuk melakukan kedua puasa tersebut, yakni qadha puasa Ramadhan dengan tetap mengharapkan pahala puasa sunnah Arafat, maka cukup berniat untuk melakukan puasa qadha saja.
Niat Puasa Qadha Ramadhan
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى
Artinya: "Aku berniat mengqadha puasa Ramadhan esok hari karena Allah SWT."