Senin 12 Jul 2021 15:34 WIB

Pandangan Syariah dalam Pemulasaraan Jenazah Covid-19

Pemulasaraan jenazah covid-19 dalam pandangan syariah.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Muhammad Hafil
Pandangan Syariah dalam Pemulasaran Jenazah Covid-19. Foto:  Petugas kesehatan membawa peti mati yang berisi jenazah korban COVID-19 ke dalam ambulans untuk dibawa ke pemakaman, di kamar mayat darurat yang didirikan karena rumah sakit dipenuhi kasus infeksi, di Surabaya, Jawa Timur, Indonesia, Sabtu, 10 Juli 2021
Foto: AP/Trisnadi
Pandangan Syariah dalam Pemulasaran Jenazah Covid-19. Foto: Petugas kesehatan membawa peti mati yang berisi jenazah korban COVID-19 ke dalam ambulans untuk dibawa ke pemakaman, di kamar mayat darurat yang didirikan karena rumah sakit dipenuhi kasus infeksi, di Surabaya, Jawa Timur, Indonesia, Sabtu, 10 Juli 2021

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ustadz Atabik Luthfi menjelaskan terkait dengan pandangan syariah dalam pemulasaraan jenazah Covid-19 pada diskusi webinar 'Pemulasaran Jenazah Covid-19 di luar Fasyankes' pada Ahad (11/7).

"Fiqih Janaiz kontemporer, pemulasaraan jenazah Covid-19, kita ada di era kontemporer. Tafaqquh Fid Din Aplikatif keadaaan ini keadaan genting, bisa jadi kita menjadi pelaku, mungkin keluarga, sahabat. Maka kita amalkan sesuai tuntunan para pakar, bertanya kepada yang ahli, sudut pandang medis, setelah bertanya itu amalkan," kata ustaz dalam diskusi yang diinisiasi Islamic Medical Association and Network of Indonesia (IMANI) - Perhimpunan Profesional Kesehatan Muslim (Prokami) lewat Youtube Imani Care Indonesia pada Ahad kemarin.

Baca Juga

"Manusia itu mulia saat hidup dan tetap mulia saat sudah meninggal dunia. Ada kewajiban memuliakan ketika hidup, dan memuliakan ketika sudah meninggal dunia," lanjut ustaz.

"Apabila kalian melihat jenazah, maka berdirilah kalian untuk (menghormati)nya hingga jenazah telah melewati kalian atau diletakan" (HR Abu Daud dan Nasa'i).

"Percepatlah menguburkan jenazah, apabila jenazah tersebut adalah jenazah yang baik, maka kalian telah menyegerakannya kepada kebaikan (kenikmatan), dan apabila jenazah tersebut tidak seperti itu (jenazah yang buruk) maka kalian (segera) meletakan keburukan tersebut dari pundak kalian" (HR. Abu Daud).

Ustaz menjelaskan, keutamaan pemulasaraan jenazah yakni fardhu kifayah, yakni syariat yang dibebankan secara kolektif. Termasuk pemulasaraan jenazah dari awal hingga ke tempat terakhir.

Nabi Muhammad ﷺ bersabda, "Barang siapa yang menyaksikan jenazah hingga ikut menyalatkannya maka baginya pahala satu qirath, dan barang siapa yang menyaksikan jenazah hingga ikut menguburkannya maka baginya pahala dua qirath. Ditanyakan kepada beliau: Apa yang dimaksud dua qirath? beliau menjawab: seperti dua gunung yang besar" (HR Bukhari).

"Syariat itu bersifat prinsip. Sedangkan fikih bersifat teknis, dan dinamis berdasarkan ijtihad. Memuliakan jenazah itu prinsip, bagaimana teknis memuliakannya, fikih, wajib dan sunnah, dan ada pertimbangan kemaslahatan," kata ustaz Atabik.

Dia mengatakan, ada empat prinsip utama dalam pemulasaraan jenazah, yakni memandikan, mengafankan, menshalatkan dan menguburkan. Fikihnya ada yang wajib dan sunnah dijalankan saat memandikan, mengafankan, menshalatkan dan menguburkan.

"Bahkan ada yang bersifat pertimbangan maslahat seperti jenazah Covid dan sejenisnya. Kemaslahatan dan kesehatan petugas pemulasaraan diutamakan. 'Menghilangkan kemudharatan lebih didahulukan daripada mengambil sebuah kemaslahatan'," ucap Ustaz.

Dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) nomor 14 tahun 2020 angka tujuh menetapkan, "Pengurusan jenazah (tajhiz al-jana'iz) yang terpapar Covid-19, terutama dalam memandikan dan mengafani harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat. Sedangkan untuk menshalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar Covid-19".

Sementara, Ketua Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia, Dr. dr. Ade Firmansyah, SpF(K) mengatakan, dalam masa pandemi masyarakat harus memiliki kewaspadaan dan ilmu untuk bisa menangani jenazah dengan lebih hati-hati dan melindungi masyarakat dari penularan Covid. Menurut dia, sudah dapat dibayangkan dengan melonjaknya kasus Covid, maka angka kematian akan meningkat.

"Menangani jenazah harus mengetahui dan menjaga jangan sampai berisiko penularan, beresiko ketika tindakan tidak berhati-hati. Sekalipun fardu kifayah dalam membantu jangan konyol, harus dengan ilmu dan kemampuan, karena jenazah yang infeksius," kata dr. Ade.

dr. Ade menjelaskan, dalam pemahaman di awal dalam jenazah tubuh manusia virus Covid-19 akan mati ketika pasien meninggal. Namun faktanya tidak demikian. Ketika meninggal, maka jantung berhenti, pernafasan berhenti, berlanjut kematian seluler, setiap sel mati tidak bersamaan.

Dia menjelaskan, dalam data penelitian otopsi lima jenazah setelah 22-27 hari usai kematian, itu masih menunjukkan penularan. Untuk itu orang-orang harus lebih waspada.

dr. Ade mengatakan, menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap merupakan bagian yang paling bawah, maka yang utama yakni menghilangkan sumber penularan dengan melakukan disinfeksi menggunakan larutan disinfektan. Kemudian menutup lubang-lubang, penutupan dengan plastik. Lalu dilakukan oleh petugas terlatih dan sudah divaksin, dan mengenakan APD.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement