REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Setelah lapar ada kenyang, setelah haus ada kepuasan, setelah sakit ada kesembuhan, dan seterusnya. Begitulah kiranya gambaran singkat mengenai kesabaran dan hikmah di baliknya bagi siapapun yang bersabar.
Rasulullah SAW adalah sosok yang paling sempurna dijadikan teladan dalam hal apapun. Diterpa berbagai ujian, musibah, tantangan, hingga gunjingan orang pun Nabi Muhammad SAW tetap berjalan dalam keimanan.
Syekh Aidh Al Qarni dalam kitab La Tahzan menjelaskan tentang bagaimana manusia harusnya memahami ‘lautan’ kesabaran Rasulullah SAW dalam menghadapi musibah.
Di saat musibah datang bertubi-tubi kepada Rasulullah SAW, Allah memberikan kabar gembira. Hal ini sebagaimana diabadikan dalam Alquran surat Al Maidah penggalan ayat 52:
فَعَسَى اللَّهُ أَنْ يَأْتِيَ بِالْفَتْحِ أَوْ أَمْرٍ مِنْ عِنْدِهِ فَيُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا أَسَرُّوا فِي أَنْفُسِهِمْ نَادِمِينَ “Fa’asallahu an ya’tiya bil-fathi aw amrin min indihi fayushbihuu ala maa asarru fii anfusihim naadimin.”
“Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka.”
Syekh Aidh Al Qarni mengatakan, ketika bersembunti dari kejaran kaum kafir dalam sebuah gua, Nabi Muhammad SAW mengabarkan kepada Sayyidina Abu Bakar bahwa Allah Yang Mahatunggal ada bersama mereka. Sehingga rasa aman, tentram, dan tenang pun datang menyelimuti Sayyidina Abu Bakar.
Untuk itu, Syekh Aidh menjabarkan, belajar kesabaran atas kondisi genting atau musibah yang dihadapi sudah sepatutnya mencontoh Nabi.
Sebab mereka yang terpaku dari kejaran waktu yang terbatas dan pada kondisi yang (mungkin) sangat kelam, umumnya akan merasa sangat kesusahan apabila tidak mengiringinya dengan sabar. Ingatlah bahwa setiap ujian yang dibebankan kepada seorang hamba sudah sesuai dengan takarannya masing-masing diberikan Allah SWT.