REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Buya Hamka menyampaikan beberapa hal yang bisa menunjang kesehatan jiwa dan fisik yang menjadi salah satu faktor datangnya kebahagiaan. Setidaknya ada lima hal yang perlu diperhatikan agar menjadi bahagia sebagaimana ditulis dalam bukunya 'Tasawuf Modern'.
Ulama bernama asli Abdul Malik Karim Amrullah itu menjelaskan, salah satu datangnya kebahagiaan adalah kesehatan jiwa dan fisik. Jika jiwa seseorang sehat, maka bagian-bagian tubuhnya juga ikut sehat.
"Kalau jiwa sehat, dengan sendirinya memancarlah bayangan kesehatan itu kepada mata, dari sana memancar cahaya yang gemilang, timbul dari sukma yang tiada sakit," kata Buya Hamka.
Fisik yang sehat, menurut Buya Hamka, tentu akan membuat pikiran terbuka, akal menjadi cerdas, dan membuat jiwa bersih. Karena bila jiwa yang terkena sakit, maka akan berpengaruh pada fisik. Buya mencontohkan, jiwa yang sakit itu seperti marah, mudah emosional, rasa sedih, dan rasa kesal.
Buya menjelaskan, contoh-contoh tersebut dapat memengaruhi kondisi fisik. Misalnya, mata menjadi merah, dan tubuh menjadi gemetar. Sedangkan, jika tubuh yang sakit, maka jiwa juga ikut merasakan. Dampaknya, susah berpikir dan akal pun menjadi tumpul.
Karena itu, Buya Hamka menyampaikan, faktor-faktor penyebab datangnya penyakit itu harus dijaga. Dan, biasakan untuk melakukan pekerjaan yang dapat memelihara kesehatan. Jika jiwa telah dijaga, maka kehendak yang dihasilkan pun menjadi baik. Mencari ilmu dan hikmah untuk menjaga kebersihan diri.
Lantas, apa saja lima hal yang menjadi kunci kesehatan jiwa dan fisik menurut Buya Hamka? Lima itu ialah: Bergaul dengan orang-orang budiman; membiasakan diri berpikir; menahan syahwat dan marah; menimbang sebelum mengerjakan; dan memeriksa aib atau keburukan diri sendiri.
Maksud dari membiasakan diri untuk berpikir, Buya Hamka menjelaskan bahwa berpikir setiap hari meski kecil itu berperan untuk menjaga kesehatan jiwa. "Tiap hari otak mesti dilatih. Kalau otak malas berpikir, kita menjadi dungu. Banyaknya orang bodoh adalah karena malas berpikir. Itulah mati di dalam hidup," kata Buya.
Ketua Majelis Ulama Indonesia pertama itu juga menambahkan, sejak kecil seseorang harus diajarkan untuk memiliki kekuatan berpikir. Sebab, orang yang kuat berpikir bisa mendatangkan hikmah. Orang yang terbiasa akal pikirannya, mampu mengambil hikmah dari setiap perkara. Sedangkan, orang lain hanya memandangnya sebagai perkara yang besar dan sulit.
Kemudian, maksud dari menimbang sebelum mengerjakan, Buya Hamka berpandangan bahwa sebelum memulai suatu pekerjaan maka haruslah dilihat terlebih dulu aspek manfaat dan mudharatnya, dan juga akibat dan hikmahnya.
Menurut Buya Hamka, pekerjaan yang tidak dimulai dengan pertimbangan seperti itu, maka hanya membuang-buang waktu dan usia. "Hasilnya tidak ada kecuali sebuah saja, yaitu pekerjaan yang terbengkalai," paparnya.