Kamis 08 Jul 2021 12:36 WIB

Makna dan Subtansi Dzikir Menurut Quraish Shihab

Dzikir bisa berarti memelihara sesuatu karena tidak melupakan sesuatu.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Ani Nursalikah
Makna dan Subtansi Dzikir Menurut Quraish Shihab
Foto: Republika/Thoudy Badai
Makna dan Subtansi Dzikir Menurut Quraish Shihab

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk mendapat ketenteraman dan ketenangan jiwa, dzikir manjadi satu-satunya resep mujarab. Prof M Quraish Shihab dalam bukunya Wawasan Alquran tentang Dzikir dan Doa menjelaskan tentang makna dan subtansi dzikir. 

Prof Quraish mengatakan kata 'dzikir' dalam berbagai bentuknya ditemukan dalam Alquran tidak kurang dari 280 kali. Kata tersebut pada mulanya digunakan oleh pengguna bahasa Arab dalam arti sinonim 'lupa'. Ada juga sebagian pakar yang berpendapat kata itu pada mulanya berarti mengucapkan dengan lidah menyebut sesuatu.

Baca Juga

"Kemudian berkembang menjadi mengingat karena mengingat sesuatu seringkali mengantar lidah menyebutnya demikian juga, menyebut dengan lidah dapat mengantar hati untuk mengingat lebih banyak lagi apa yang disebut-sebut itu," katanya.

Kalau kata 'menyebut' dikaitkan dengan sesuatu, maka apa yang disebut itu adalah namanya. Pada sisi lain, bila nama sesuatu terucapkan, maka pemilik nama itu diingat atau disebut sifat, perbuatan atau peristiwa yang berkaitan dengannya.

Dari sini kata dzikrullah dapat mencakup penyebutan nama Allah SWT atau ingatan menyangkut sifat-sifat atau perbuatan perbuatan Allah SWT, surga atau neraka-Nya, rahmat atau siksa-Nya, perintah atau larangan-Nya dan juga wahyu-wahyu-Nya, bahkan segala yang dikaitkan dengan dengan-Nya. 

"Mengingat adalah suatu nikmat yang sangat besar, sebagaimana lupa pun merupakan nikmat yang tidak kurang besarnya. Ini tergantung dari objek yang diingat," katanya.

Menurutnya, sungguh besar nikmat lupa bila yang dilupakan adalah kesalahan orang lain atau kesedihan atas luputnya nikmat. Dan, sungguh besar pula keistimewaan mengingat jika ingatan tertuju kepada hal-hal yang diperintahkan Allah SWT untuk diingat.

Kembali kepada kata dzikir secara umum dapat juga dikatakan kata itu digunakan dalam arti memelihara sesuatu karena tidak melupakan sesuatu berarti memeliharanya atau terpelihara dalam benaknya. Dari sini kata dzikir tidak harus selalu dikaitkan dengan sesuatu yang telah terlupakan.

"Tetapi bisa saja ia masih tetap berada dalam benak dan terus terpelihara," katanya.

Dengan berdzikir sesuatu itu direnungkan dan dimantapkan pemeliharaannya. Renungan itu bisa dilanjutkan dengan mengucapkannya lewat lidah dan bisa juga berhenti pada merenungkannya tanpa keterlibatan lidah. 

Karena itu pula Ketika Rasul dan orang-orang yang dekat kepada Allah diperintahkan untuk berdzikir mengingat Allah SWT atau asma-Nya, maka tidak berarti mereka tidak berzikir sebelum perintah itu datang apalagi melupakannya. "Karena itu tidak keliru orang yang berkata dzikir adalah kondisi kejiwaan yang menjadikan seseorang memelihara sesuatu yang diperoleh sebelumnya," katanya.

Quraish Shihab mengatakan dzikir adalah menghadirkan kembali apa yang tadinya telah berada dalam benak. "Atas dasar ini, maka dzikir dapat terjadi dengan hati atau dengan lisan, baik karena sesuatu telah dilupakan maupun karena ingin memantapkannya dalam benak," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement