REPUBLIKA.CO.ID, — Wafatnya Imam Al Bukhari meninggalkan duka amat mendalam bagi para pengikutnya serta Muslimin pada umumnya. Abdul Quddus bin Abdul Jabbar As Samarqandi mengisahkan hari-hari terakhir Imam Bukhari.
Suatu ketika, penghafal ratusan ribu hadis itu mengunjungi Khartank, yakni sebuah desa sekitar Samarkand. Sebab, ia memiliki sejumlah sanak famili di sana dan menumpang di rumah mereka.
Suatu malam, terdengarlah suara munajatnya dari dalam kamar, usai waktu shalat malam. “Ya Allah, sesungguhnya bumi ini telah terasa sempit bagiku, padahal sebelumnya luas. Cabutlah nyawaku,” demikian doa Imam Bukhari.
Tak sampai waktu satu bulan, tutur Abdul Quddus, sang imam pun meninggal dunia. Jenazahnya dikebumikan di desa yang sama. Kisah berikutnya menunjukkan karamah ulama tersebut, sebagaimana diriwayatkan dari kitab Siyar A'lam an-Nubala' karya Adz Dzahabi.
Sebelum ajal menjemput, Imam Bukhari telah berwasiat kepada keluarganya, “Kafani aku dalam tiga helai kain putih. Tidak ada gamis dan imamah (serban).”
Maka, keluarga serta murid=muridnya melaksanakan pesan itu dengan baik. Hingga kemudian, Imam Bukhari meninggal dunia. Ketika hendak dimakamkan, dari jenazah Imam Bukhari keluar wangi yang harum semerbak, wanginya melebihi minyak kesturi. Keadaan itu terus bertahan bahkan sesudah tiga hari lamanya jasad sang alim dikebumikan.
Fenomena itu lantas menjadi perhatian sendiri bagi orang ramai. Tak sedikit yang mendatangi kuburan Imam Bukhari untuk mencium harum tersebut. Beberapa orang bahkan mengambil sengenggam tanah dari kuburannya. Pihak keluarga nyaris saja tak mampu membendung keramaian.
Oleh karena itu, di sekitar makam Imam Bukhari lantas dilingkari pagar. Dengan begitu, orang-orang tak lagi bisa mendekatinya. Harum semerbak dari makam Imam Bukhari terus menjadi perbincangan warga. Banyak yang menganggapnya sebagai tanda-tanda bahwa Allah SWT telah meridhai amal perbuatannya selama di dunia.
Ada pula yang bersyukur karena selama hidupnya pernah ber guru pada Imam Bukhari. Sebagian mendekati makam sang imam dengan perasaan menyesal karena perbuatan mereka dahulu yang telah mencelanya dalam masalah mazhab.
Dalam usia 62 tahun kurang 13 hari, Imam Bukhari berpulang ke Rahmatullah pada malam Sabtu atau malam Idul Fitri ketika shalat Isya. Dia dimakamkan pada hari Idul Fitri usai sholat Zhuhur pada 256 H. Lautan manusia menshalatkan jenazahnya serta mengiringi pemakamannya.
Baginya, ilmu dan amal yang dilakukannya selama di dunia hanyalah demi mengharapkan ridha Ilahi. “Aku susun kitab Shahih ini selama 16 tahun lamanya. Aku jadikan ia sebagai hujah antara diriku dan Allah SWT,” pesan Imam Bukhari.