REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Di antara bisnis yang fenomenal yang tumbuh di dunia digital khususnya kalangan milenial adalah profesi sebagai Youtuber. Lantas, bagaimana pandangan fikih mengenai bisnis dan profesi sebagai Youtuber?
Ustaz Oni Sahroni dalam buku Fikih Muamalah Kontemporer Jilid 3 menjelaskan bahwa terdapat banyak elemen yang menyertai dunia digital Youtube. Pihak-pihak yang terkait adalah Youtube sebagai broker iklan, advertiser sebagai pemasang iklan, dan Youtuber sebagai publisher iklan.
Adapun jasa Youtuber adalah jasa mempublikasikan iklan dalam videonya, sebab produk advertiser terpublikasi melalui videp dan popularitas Youtuber. Ustaz Oni menegaskan bahwa sebagai sebuah fitur media, Youtube adalah media netral yang bisa digunakan untuk hal-hal positif atau negatif tergantung konten yang digunakan Youtuber.
Selain netral, medium tersebut juga sangat strategis yang dapat dijadikan wahana bisnis maupun penyampaian pesan yang sifatnya di luar hal tersebut. Namun sebagai umat Islam, sarana menyampaikan pesan kebaikan melalui apapun mediumnya harus tetap berlandaskan pada komitmen rambu-rambu Islam.
Pertama, konten video tersebut harus legal, halal, serta tidak berisikan konten yang bertentangan dengan nilai-nilai keislaman. Seperti konten tidak mendidik, konten tidak baik, ataupun konten yang didapatkan dengan cara melanggar hak milik.
Maka itu, sebagaimana salah satu kriteria jasa yang diperjual-belikan, maka berbisnis menjadi Youtuber itu halal dan bernilai (mubah mutaqawam). Maka setiap konten video yang tidak memenuhi kriteria ini, kata Ustaz Oni, tidak bisa menjadi objek transaksi. Terlebih lagi efek video tersebut dapat berpengaruh besar terhadap para pengunjung sebab bisa disaksikan dan mudah ditiru.
Selanjutnya, tayangan tersebut perlu dikemas dengan sebaik mungkin sehingga menjadi video yang menarik dan bermanfaat. Dalam fikih, Ustaz Oni menjelaskan, membuat produk dengan kemasan dan bahasa yang menarik dan mudah dipahami oleh pengunjung, disertai dengan popularitas Youtuber itu menjadi salah satu tuntunan ihsan dalam bekerja dan membuat produk.
Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Innallaha katabal-ihsaana ala kulli syai’in. Fa idza qataltum fa-ahsinuul-qitlata. Wa idza dzabahtum fa-ahsinuadz-dzibhata wal-yuhidda ahadukum syafratahu wal-yurih dzabihatahu,”. Yang artinya: “Sesungguhnya Allah menetapkan (mewajibkan) berbuat ihsan atas segala hal. Maka, jika kalian membunuh (dalam peperangan) maka lakukanlah dengan cara yang baik, jika kalian menyembelih maka lakukanlah sembelihan yang baik, hendaknya setiap kalian menajamkan parangnya dan membuat senang hewan sembelihannya,”.
Kedua, produk dan konten iklan yang ditayangkan dalam video juga harus halal dan legal. Sebab video tersebut dipublikasikan melalui video Youtuber. Maka demikian, kata Ustaz Oni, iklan tersebut tidak memasarkan produk yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Seperti produk lembaga keuangan konvensional, minuman keras, dan produk yang merusak akhlak anak-anak.
Oleh karena itu, Youtuber hanya diperkenankan memilih (menyaring) produk dan konten iklan yang sesuai dengan kriteria tersebut. Misalnya fitur filtering iklan di adsense Youtube memungkinkan iklan-iklan non-halal tidak tampil di video Youtuber. Kemudian Youtuber juga bisa memastikan bahwa pengunjung Youtube tidak terkena iklan-iklan retargeting dari produk non-halal.
Ketiga, ada kejelasan hak dan kewajiban antara para pihak. Di antaranya Youtuber sebagai penjual jasa dengan perusahaan sebagai pembeli jasa yang dilakukan sesuai dengan kesepakatan.